Perkembangan kota yang pesat sering kali diiringi oleh peningkatan tekanan terhadap
lingkungan, khususnya dalam pengelolaan sumber daya air dan penurunan daya dukung
ekosistem. Urbanisasi yang tidak terencana menciptakan dominasi permukaan kedap air, yang
pada akhirnya memperparah risiko banjir, kekeringan, dan degradasi kualitas lingkungan. Oleh
karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih berkelanjutan dan adaptif dalam pembangunan
infrastruktur perkotaan. Konsep kota spons merupakan inovasi dalam perencanaan kota yang
menekankan kemampuan wilayah urban untuk menyerap, menyimpan, dan menggunakan
kembali air hujan. Dengan memanfaatkan berbagai infrastruktur hijau seperti taman hujan,
danau buatan, sistem drainase berkelanjutan, dan jalan berpori, kota dapat mengelola air secara
lebih efisien serta mengurangi tekanan terhadap sistem drainase konvensional. Sementara itu,
Solusi Berbasis Alam (NbS) adalah pendekatan yang mengandalkan kekuatan alam dan proses
ekosistem dalam menyelesaikan tantangan lingkungan. NbS mencakup tindakan-tindakan
seperti restorasi kawasan hijau, pemulihan daerah aliran sungai, serta pengelolaan kawasan
pesisir dan rawa secara alami. Pendekatan ini tidak hanya bermanfaat untuk mitigasi bencana,
tetapi juga untuk meningkatkan kualitas udara, keanekaragaman hayati, dan kesehatan
masyarakat. Integrasi antara konsep kota spons dan solusi berbasis alam memberikan landasan
yang kuat dalam menciptakan infrastruktur kota yang lebih tangguh terhadap perubahan iklim
dan bencana. Keduanya saling melengkapi: Kota Spons berperan dalam teknik manajemen air,
sedangkan NbS memperkuat fungsi ekologisnya secara alami. Dalam konteks perencanaan tata
ruang dan kebijakan, pendekatan ini juga memberikan nilai tambah karena mampu
menyeimbangkan antara pembangunan fisik dan pelestarian lingkungan. Penggunaan ruang
terbuka hijau yang multifungsi, seperti taman kota dan koridor hijau, menjadi bagian penting
dari strategi ini untuk mendukung kualitas hidup masyarakat urban. Implementasi Kota Spons
dan NbS tidak hanya membutuhkan desain teknis yang inovatif, tetapi juga komitmen politik
iii
dan dukungan lintas sektor. Keterlibatan masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengawasan
menjadi aspek penting yang menjamin keberlanjutan dari setiap proyek berbasis alam. Selain
itu, sinergi antara kelembagaan, peraturan, serta pembiayaan hijau sangat menentukan
efektivitas program. Kota yang sukses menerapkan konsep ini biasanya memiliki regulasi yang
progresif, sistem insentif yang jelas, dan kapasitas SDM yang memadai dalam bidang
lingkungan dan infrastruktur berkelanjutan. Pengalaman dari beberapa kota di dunia, seperti
Wuhan di Tiongkok dan Rotterdam di Belanda, menunjukkan bahwa kombinasi antara
teknologi perkotaan modern dengan pendekatan berbasis alam dapat memberikan hasil yang
optimal dalam pengelolaan air dan penataan ruang kota yang resilien. Dengan berbagai
tantangan yang dihadapi oleh kota-kota di Indonesia, seperti banjir musiman dan krisis air
bersih, penerapan pendekatan kota spons dan NbS menjadi pilihan strategis. Konsep ini sejalan
dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dan dapat mendukung visi kota hijau dan cerdas
di masa depan. Secara keseluruhan, integrasi antara kota spons dan solusi berbasis alam
merupakan wujud nyata dari pergeseran paradigma pembangunan infrastruktur perkotaan. Dari
yang semula berbasis beton dan eksploitasi, menjadi pembangunan yang adaptif,
berkelanjutan, dan selaras dengan sistem alam.
Perpustakaan Digital ITB