Tumpang tindih antar lembaga dan sektor, serta tidak terintegrasinya antara
kebijakan pelestarian dan pembangunan mendorong transformasi pada warisan
budaya perkotaan. Sementara dinamika kelembagaan dan aspek sosial—politik
menjalankan peran penting, Yogyakarta memiliki bentuk otoritas ganda yang unik
dengan Keraton Yogyakarta dan Pemerintah Daerah DIY secara simultan
membentuk tata kelola warisan budaya perkotaan yang berkarakter. Legitimasi
ganda yang dimiliki oleh pemimpin otoritas, jabatannya sebagai representasi
otoritas formal sekaligus otoritas tradisional, dimana eksistensi dari warisan budaya
itu sendiri belum banyak dikaji secara mendalam. Dengan bentuk otoritas ganda di
Yogyakarta mengindikasikan bahwa struktur otoritas ganda di Yogyakarta memiliki
risiko masalah tata kelola yang tidak terselesaikan secara struktural cenderung lebih
tinggi dibandingkan daerah lain dengan otoritas tunggal. Tidak adanya mekanisme
intervensi langsung dalam tataran birokrasi terhadap pihak Keraton sebagai
lembaga yang memiliki Sultan Ground misalnya, memunculkan permasalahan pada
tata kelola warisan budaya perkotaan, dan mekanisme yang tidak efektif.
Implikasinya terhadap kebijakan dan kelembagaan, serta peran aktor-aktor
kuncinya merupakan konsentrasi utama dalam penelitian ini. Metode deskriptif
kualitatif digunakan dalam penelitian ini dengan analisis sintesis konseptual
berbasis variabel-variabel kelembagaan hibrida dan analisis peran aktor. Temuan
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tata kelola warisan budaya tidak hanya
bersifat administratif, namun juga dipengaruhi oleh konfigurasi kuasa simbolik
yang diwakili dan diproduksi oleh aktor kunci.
Perpustakaan Digital ITB