digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Tumpang tindih antar lembaga dan sektor, serta tidak terintegrasinya antara kebijakan pelestarian dan pembangunan mendorong transformasi pada warisan budaya perkotaan. Sementara dinamika kelembagaan dan aspek sosial—politik menjalankan peran penting, Yogyakarta memiliki bentuk otoritas ganda yang unik dengan Keraton Yogyakarta dan Pemerintah Daerah DIY secara simultan membentuk tata kelola warisan budaya perkotaan yang berkarakter. Legitimasi ganda yang dimiliki oleh pemimpin otoritas, jabatannya sebagai representasi otoritas formal sekaligus otoritas tradisional, dimana eksistensi dari warisan budaya itu sendiri belum banyak dikaji secara mendalam. Dengan bentuk otoritas ganda di Yogyakarta mengindikasikan bahwa struktur otoritas ganda di Yogyakarta memiliki risiko masalah tata kelola yang tidak terselesaikan secara struktural cenderung lebih tinggi dibandingkan daerah lain dengan otoritas tunggal. Tidak adanya mekanisme intervensi langsung dalam tataran birokrasi terhadap pihak Keraton sebagai lembaga yang memiliki Sultan Ground misalnya, memunculkan permasalahan pada tata kelola warisan budaya perkotaan, dan mekanisme yang tidak efektif. Implikasinya terhadap kebijakan dan kelembagaan, serta peran aktor-aktor kuncinya merupakan konsentrasi utama dalam penelitian ini. Metode deskriptif kualitatif digunakan dalam penelitian ini dengan analisis sintesis konseptual berbasis variabel-variabel kelembagaan hibrida dan analisis peran aktor. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tata kelola warisan budaya tidak hanya bersifat administratif, namun juga dipengaruhi oleh konfigurasi kuasa simbolik yang diwakili dan diproduksi oleh aktor kunci.