digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performa termal dan tingkat emisi CO?e pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa Barat berdasarkan data operasional tahun 2023 dan 2024, Fokus utama terletak pada identifikasi faktorfaktor yang memengaruhi peningkatan Specific Fuel Consumption (SFC), fluktuasi emisi gas rumah kaca (CO2e), serta keterkaitan antara efisiensi peralatan, kualitas bahan bakar, dan variabel pendukung lainnya seperti make up water, air-fuel ratio, dan auxiliary power consumption. Studi ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis data operasional pembangkit selama dua tahun berturut-turut, yaitu tahun 2023 dan 2024. Parameterparameter yang dianalisis meliputi make up water flow, kinerja vacuum condensor, main steam pressure, main steam temperature, main steam flow, reheat steam temperature, reheat spray flow, flue gas temperature, air fuel ratio, dan auxiliary power consumption untuk menganalisa pola operasi yang digunakan. Sedangkan untuk pemeliharaan menggunakan data pemeliharaan rutin, korektif, dan overhaul. Data tersebut kemudian dikorelasikan terhadap perubahan nilai SFC dan total emisi CO?e menggunakan metode IPCC Tier 3 untuk batubara dan Tier 1 untuk HSD, biomassa, dan biofuel. Hasil penelitian pada pola pengoperasian menunjukkan parameter reheat spray flow mengalami ketidaksesuaian paling besar terhadap rekomendasi operasi yang dikeluarkan oleh aplikasi PIVision yaitu sebesar 83,46% dengan losses SFC sebesar 0,0062 kg/kWh dan emisi CO2e sebesar 74.801,78 ton. Sedangkan untuk parameter dengan kesesuaian paling tinggi adalah make up flow, vacuum kondensor, dan auxiliary power. Ketiganya mampu beroperasi di bawah batas maksimal nilai rekomendasi yang mana itu merupakan hal yang bagus karena terdapat optimalisasi dan saving energi. Sedangkan hasil penelitian pada pemeliharaan menunjukkan program pemeliharan peralatan terutama overhaul memberikan kontribusi signifikan terhadap kinerja termal pembangkit. Misalnya, perbaikan HP Heater 3 yang dilakukan pada saat overhaul dan dilakukan in service kembali, memberikan dampak pada final temperature feedwater heater sehingga dapat menurunkan losses SFC sebesar 0,0064 kg/kWh atau 97,26% dan menghemat emisi sebesar 124.125,66 ton CO2e atau 95,98%. Pada tahun 2024 kinerja pembangkit yang tertuang dalam SFC tidak tercapai dan batas emisi yang dituangkan dalam PTBAE-PU terlampaui sehingga unit harus melakukan trading carbon ke eksternal. Target tidak tercapai karena terdapat perubahan pola konsumsi bahan bakar akibat nilai kalori batubara yang lebih rendah pada 2024 dibandingkan pada tahun 2023 yaitu sebesar 4.207,15 kCal/kg dari yang sebelumnya 4.320,72 kCal/kg. Penurunan nilai kalor batubara juga disertai moisture yang lebih tinggi sehingga berdampak penurunan produksi listrik. Produksi listrik berkorelasi langsung dengan jumlah batubara yang dibakar yang berdampak pada tingkat emisi yang dihasilkan sehingga penurunan jumlah emisi di tahun 2024 lebih kepada penurunan penggunaan batubara, bukan efisiensi termal pembangkit yang meningkat. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efisiensi peralatan memiliki dampak yang linier dan signifikan terhadap heat rate, SFC, dan emisi CO2e. Setiap degradasi peralatan utama seperti condensor, turbin, heater, maupun sistem pengatur tekanan dan suhu uap, akan menyebabkan peningkatan konsumsi bahan bakar dan emisi karbon. Oleh karena itu, program pemeliharaan prediktif dan optimalisasi pengoperasian unit sangat penting untuk mempertahankan performa pembangkit. Temuan ini diharapkan dapat menjadi acuan teknis bagi pengambil kebijakan di sektor pembangkitan dalam merancang strategi peningkatan efisiensi dan pengurangan emisi di masa depan, khususnya dalam mendukung pencapaian target Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia.