digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kinerja perkerasan jalan adalah kemampuan perkerasan jalan untuk melayani lalu lintas hingga periode tertentu. Kinerja perkerasan jalan dapat menurun karena beberapa faktor yang mempengaruhi, sehingga perkerasan jalan tidak mencapai umur layannya. Penilaian evaluasi kinerja perkerasan dapat dilakukan salah satunya dengan penilaian terhadap umur sisa perkerasan. Penilaian umur sisa perkerasan jalan sangat penting untuk mendukung strategi pemeliharaan yang tepat dan efisien. Perencanaan program pemeliharaan jalan yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan peningkatan biaya penanganan secara signifikan. Oleh karena itu, diperlukan metode evaluasi yang dapat memprediksi kondisi jalan secara komprehensif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membandingkan hasil prediksi umur sisa perkerasan menggunakan dua pendekatan yang umum digunakan, yaitu metode AASHTO 1993 dan pendekatan HDM-IV (Highway Development and Management Model), dengan studi kasus pada ruas Jalan Nasional Batas Kota Sanggau – Sekadau di Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian ini menganalisis umur sisa perkerasan lentur pada Ruas Jalan Nasional Batas Kota Sanggau – Sekadau menggunakan dua pendekatan, yaitu AASHTO 1993 dan HDM-IV. Metode AASHTO 1993 memanfaatkan data lendutan hasil uji Light Weight Deflectometer (LWD) untuk menghitung Remaining Service Life (RSL), sedangkan pendekatan HDM-IV menggunakan data International Roughness Index (IRI) serta karakteristik lingkungan dan struktural untuk memprediksi kerusakan kondisi perkerasan. Data lain yang dibutuhkan dalam analisis meliputi data lalu lintas, struktur perkerasan, data curah hujan, dan database biaya pemeliharaan. Penyusunan penanganan dan pemeliharaan jalan mengacu pada decision tree sesuai Pedoman Perencanaan dan Pemrograman Pekerjaan Preservasi Jaringan Jalan Nomor Nomor 07/P/BM/2021 dari Bina Marga, kemudian dilakukan perbandingan berdasarkan tiga skenario penanganan. Skenario pertama, parameter RSL yang digunakan dalam penyusunan penanganan menggunakan RSL hasil dari analisis pendekatan HDM-IV. Untuk skenario kedua, digunakan parameter RSL hasil dari hasil analisis menggunakan metode AASHTO 1993. Sedangkan untuk skenario ke-3 yaitu menggunakan rencana penanganan ruas jalan Batas Kota Sanggau – Sekadau dari BPJN Kalimantan Barat. Perbandingan penanganan meliputi sisi aspek biaya dan jenis penanganan dari masing-masing skenario. Hasil analisis menunjukkan bahwa metode pendekatan HDM-IV umumnya memberikan estimasi umur sisa yang lebih optimis dibandingkan metode AASHTO 1993. Prediksi umur sisa menggunakan metode AASHTO 1993 pada ruas Jalan Nasional Batas Kota Sanggau – Sekadau STA 0+000 – 15+200 menghasilkan prediksi umur sisa dengan pada rentang 0 hingga 8 tahun. Nilai Remaining Service Life (RSL) pada ruas jalan yang ditinjau dominan di bawah 4 tahun, dengan rata-rata nilai RSL sebesar 2 tahun. Prediksi umur sisa menggunakan metode pendekatan HDM-IV pada ruas Jalan Nasional Bts. Kota Sanggau – Sekadau STA 0+000 – 15+200 menghasilkan prediski umur sisa berkisar antara 0 hingga lebih dari 9 tahun. Nilai Remaining Service Life (RSL) pada ruas jalan yang ditinjau dominan antara 4 - 9 tahun dengan rata-rata nilai RSL sebesar 5 tahun. Hasil analisis umur sisa perkerasan menggunakan metode AASHTO 1993 dan metode pendekatan HDM-IV, pada segmen 24 di STA 9+200 – 9+300 menunjukkan bahwa pada segmen jalan yang terendam air, umur perkerasannya sudah habis. Berdasarkan metode pendekatan HDM-IV, IRI telah mencapai nilai IRI = 8m/km dan metode AASHTO 1993 menunjukkan kapasitas struktur perkerasan sudah tidak mampu menahan kumulatif beban repetisi lalu lintas rencana, sehingga mengindikasikan perlunya penanganan prioritas. Hasil analisis penentuan penanganan pemeliharaan pada ruas Jalan Nasional Bts. Kota Sanggau – Sekadau STA 0+000 – 15+200 menunjukkan bahwa dengan pendekatan berbasis prediksi RSL metode AASHTO 1993 cenderung menganggap ruas jalan yang ditinjau dalam kondisi rusak secara struktural, sehingga biaya pemeliharaan awal menjadi relatif besar, namun kebutuhan biaya pemeliharaan pada periode selanjutnya menjadi lebih rendah.