DAFTAR PUSTAKA HILMY MUHAMMAD DZAKI
EMBARGO  2028-07-17 
EMBARGO  2028-07-17 
LAMPIRAN HILMY MUHAMMAD DZAKI
EMBARGO  2028-07-17 
EMBARGO  2028-07-17 
Setidaknya sejak tahun 1970-an, kota-kota di seluruh dunia telah mulai bertindak
sebagai entitas entrepreneurial dan mengadopsi berbagai model pembangunan
universal, yang mencakup label kota sebagai bagian dari strategi pencitraan.
Pendekatan ini kemudian banyak dikritik, karena dinilai lebih responsif pada tren
global daripada kebutuhan riil warga. Kampung kota menjadi salah satu lokus
utama di mana kontestasi antara model pembangunan top-down yang universal
dengan aspirasi bottom-up yang menekankan konteks lokal terjadi. Transformasi
Kampung Cibunut di Kota Bandung menjadi “Kampung Kreatif Berwawasan
Lingkungan” muncul sebagai kasus yang sering kali dirayakan sebagai kisah sukses
pembangunan bottom-up. Penelitian ini bertujuan untuk membongkar narasi
simplistik tersebut dengan menggunakan New Localism sebagai kerangka normatif
dan Actor-Network Theory (ANT) untuk menelusuri proses pembentukan
jaringannya. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam,
observasi, dan pengumpulan data sekunder. Temuan utama penelitian ini
menunjukkan bahwa “lokalitas” Cibunut, baik dalam konteks historis maupun
identitas kontemporernya, merupakan sebuah hasil perakitan jejaring. Ia merupakan
hasil dari penerjemahan kepentingan berbagai pihak yang berasosiasi dalam sebuah
jaringan yang secara dinamis terus-menerus melakukan perakitan. Dalam proses
pembentukan jejaring kontemporernya, ditemukan bahwa aktor-aktor dari luar
Cibunut memberikan pengaruh dominan, secara aktif menarik penduduk setempat
ke dalam jaringan yang utamanya dipengaruhi oleh agenda global. Aktor-aktor ini
kemudian mengambil peran sebagai gatekeeper, memosisikan warga sebagai
“objek” pembangunan yang diarahkan dan harus menyelaraskan kepentingan
mereka dengan aktor-aktor tersebut. Proses ini, meskipun secara mengesankan
memperluas jaringan eksternal kampung, justru menyusutkan asosiasi di jaringan
internal kampung. Sentralisasi aktor ini, selain menyempitkan agenda hanya pada
isu yang menjadi concern aktor-aktor eksternal, kemudian juga menciptakan
kesenjangan dan penyempitan aksess. Dinamika ini melanggengkan pola hubungan
paternalistik yang berpotensi menginfantilisasi. Melalui serangkaian analisis yang
telah dilakukan, studi ini juga memberikan refleksi kritis terhadap teori New
Localism dan Studi Pembangunan.
Perpustakaan Digital ITB