Kenaikan jumlah penduduk ini memengaruhi berbagai sektor, termasuk permintaan untuk layanan perumahan dan infrastruktur sehingga memunculkan fenomena permukiman informal di banyak perkotaan di negara berkembang. Tumbuhnya permukiman informal ini seringkali tidak mampu menyediakan ruang terbuka publik yang memadai meskipun di sisi lain ruang terbuka publik sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat perkotaan. Beragam persoalan seperti kekumuhan, banjir, dan tumpukan sampah seringkali ditemukan pada kondisi permukiman informal di Indonesia, termasuk di Kota Bandung. Namun, kenyataan bahwa kampung kota dapat meningkatkan kohesi sosial masyarakat memberikan peluang signifikan untuk memperkuat ketahanan komunitas dalam menghadapi permintaan terhadap bentuk pelayanan dan penyediaan kebutuhan perkotaan. Oleh karena itu, dalam lingkup studi perancangan kota, perlu ada kajian dalam menentukan strategi intervensi penataan ruang terbuka publik berskala kecil dan tersebar di beberapa titik. Dalam prosesnya, studi ini dilakukan dengan menggunakan metode campuran berupa kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan Urban Acupuncture. Metode kuantitatif dilakukan melalui perhitungan nilai menggunakan space syntax untuk kemudian dikombinasikan dengan metode kualitatif berupa wawancara mendalam pada lokasi studi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan terpilih sebanyak 8 titik lokasi sensitif yang berpotensi dapat dikembangkan dengan fokus pada aktivasi ruang terbuka publik untuk meningkatkan keamanan sosial, pengaplikasian sistem pengelolaan banjir melalui grey-green infrastructure dan pengelolaan sistem pengelolaan sampah bersifat hybrid untuk meningkatkan keamanan lingkungan kawasan