digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


BAB I Rizki Satriaji [37021008]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB II Kukuh Rizki Satriaji [37021008]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB III Kukuh Rizki Satriaji [37021008]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB IV Kukuh Rizki Satriaji [37021008]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB V Kukuh Rizki Satriaji [37021008]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB VI Kukuh Rizki Satriaji [37021008]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

Sekolah merupakan bagian dari lingkungan belajar yang memfasilitasi kegiatan pembelajaran secara terstruktur bagi para siswanya. Agar kegiatan pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dibutuhkan sebuah kondisi lingkungan belajar yang baik, mempertimbangkan aspek fisik maupun non fisik. Ruang kelas harus memiliki fleksibilitas yang mampu mengakomodir perkembangan metode dan aktivitas pembelajaran di dalam kelas. Ruang kelas di Sekolah Dasar (SD) merupakan bagian dari lingkungan belajar terstruktur, tempat siswa menerima pengetahuan (kognitif), bersikap (afektif), dan berperilaku (konatif) melalui aktivitas-aktivitas kurikuler maupun non-kurikuler. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada beberapa Sekolah Dasar (SD) di Indonesia, ditemukan permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam kelas, yang menyangkut kondisi fisik ruang kelas, kondisi siswa, juga yang berkaitan dengan aktivitas pembelajaran. Permasalahan utama yang menarik untuk diangkat lebih jauh dalam penelitian ini adalah mengenai keterikatan tempat (place attachment) siswa terhadap ruang kelasnya. Bila ditelusuri lebih jauh, hal tersebut dapat terjadi karena rendahnya rasa kepemilikan (sense of belonging) siswa terhadap ruang kelasnya karena tidak terciptanya hubungan ruang-manusia yang baik. Apabila dibiarkan, maka akan dapat mengganggu motivasi siswa belajar di sekolah sehingga capaian-capaian pembelajaran yang diharapkan tidak bisa tercapai. Keilmuan desain interior berupaya untuk mengidentifikasi permasalahan yang terjadi akibat hubungan antara manusia (user) yang melakukan satu atau lebih dari satu aktivitas (activity) di dalam sebuah ruang binaan (built environment). Beberapa penelitian sebelumnya telah membahas permasalahan ruang dengan menggunakan istilah interioritas (interiority) dan topofilia, sebagai kehadiran seseorang ketika berada dalam sebuah ruang yang dapat menghasilkan rasa nyaman dan betah karena pengaruh elemen-elemen ruang di dalamnya. Teori lain menyebutkan hubungan tersebut sebagai keterikatan tempat (place attachment), yaitu sebuah perasaan kedekatan khusus yang muncul dari dalam diri seseorang terhadap suatu tempat, seperti rumah, sekolah, taman, kantor, ataupun ruang publik lainnya. Perasaan keterikatan ini dapat muncul ketika seseorang merasa bahagia, betah, aman, dan nyaman, sehingga seringkali melibatkan memori terhadap tempat tersebut. Perasaan yang sama dapat muncul pada interaksi siswa dengan ruang kelasnya ketika melakukan aktivitas pembelajaran yang dilakukan secara berulang. Penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi lebih mendalam mengenai faktorfaktor yang dapat menyebabkan keterikatan tempat siswa terhadap ruang kelasnya akibat hubungan antara siswa, elemen-elemen ruang kelas dan aktivitas yang dilakukan selama pembelajaran berlangsung. Ruang kelas yang baik seharusnya dapat memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan dari aktivitas pembelajaran yang terjadi termasuk di dalamnya aktivitas edukasi dan sosial, serta aktivitas individu juga kelompok. Ruang memiliki fungsi utama untuk memfasilitasi hal tersebut melalui konfigurasi elemen-elemen yang ada di dalamnya, baik warna, pencahayaan, furnitur, penghawaan, menjadi sebuah suasana yang kondusif. Siswa akan merespon hal tersebut menjadi suatu perasaan suka, nyaman, dan betah yang kemudian bisa berkembang menjadi rasa memiliki, terutama jika ruang yang ada dapat mengakomodir perasaan dan kebutuhan siswa. Kondisi positif ini akan menambah motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah. Metode penelitian yang digunakan adalah multi metode eksplorasi sekuensial (exploratory sequential design) yaitu metode yang dilakukan dengan 2 tahapan secara berurutan, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Penelitian awal dilakukan melalui tahap survey pendahuluan dan pra workshop, untuk mengidentifikasi permasalahan ruang di sekolah sekaligus untuk mengujicoba instrumen yang digunakan. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi ruang kelas, wawancara guru dan workshop bersama siswa. Temuan hasil tersebut dianalisis secara kualitatif kemudian menjadi bahan untuk pengembangan instrumen tahap kedua dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan student journey map (SJM) untuk melihat aktivitas dan pengalaman siswa selama berada di sekolah. Data diperoleh dari empat Sekolah Dasar Negeri (SDN) dengan kondisi dan lokasi yang berbeda selain untuk menguatkan validitas penelitian juga untuk mengidentifikasi best practice yang ada di sekolah masing-masing sebagai landasan kriteria keterikatan tempat. Hasil analisis digunakan untuk menemukan kriteria-kriteria, model ruang yang dapat mendukung keterikatan tempat siswa terhadap ruang kelasnya, serta instrumen pengukuran ruang kelas. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh sekolah-sekolah dasar lain untuk mengukur kondisi ruang kelas yang ada saat kemudian melakukan adaptasi berdasarkan kriteria-kriteria yang paling sesuai untuk dilakukan sehingga dapat meningkatkan keterikatan tempat siswa terhadap ruang kelasnya. Ketika keterikatan tempat siswa terjadi maka motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran akan menjadi lebih baik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan terutama dalam bidang desain interior dalam lingkungan pembelajaran di sekolah.