Penelitian ini mengeksplorasi kelayakan bisnis dari penerapan strategi pengiriman multimoda sebagai respons terhadap gangguan geopolitik yang memengaruhi Terusan Suez, dengan studi kasus pada pengiriman dari Eropa Barat Laut ke Indonesia oleh perusahaan manajemen energi multinasional, Lavinia Power (nama samaran). Terusan Suez, sebagai jalur laut strategis, mengalami ketidakstabilan akibat konflik regional, yang menyebabkan waktu pengiriman lebih lama, peningkatan biaya logistik, dan ketidakefisienan operasional. Kondisi ini mendorong perusahaan global untuk meninjau ulang strategi rantai pasok mereka dan mencari rute alternatif. Dengan pendekatan metode campuran, penelitian ini menggabungkan wawasan kualitatif dari pemangku kepentingan internal dan eksternal dengan analisis kuantitatif melalui studi kelayakan terstruktur. Empat opsi logistik dievaluasi: (A) Kereta-Laut, (B) Udara-Laut, (C) Udara Penuh, dan (D) Laut Penuh. Masing-masing dinilai berdasarkan lima kriteria utama: biaya inventori, biaya logistik, waktu pengiriman, emisi CO?, dan biaya pergudangan. Metode TOPSIS digunakan untuk menentukan peringkat alternatif. Hasil menunjukkan bahwa Opsi A (Kereta-Laut) merupakan solusi paling seimbang, menggabungkan efisiensi biaya, dampak lingkungan yang lebih rendah, dan waktu pengiriman yang lebih baik. Opsi B (Udara-Laut) cocok untuk pengiriman dengan urgensi sedang dan risiko geopolitik, sementara Opsi C (Udara Penuh) digunakan untuk pengiriman kritis yang sangat sensitif terhadap waktu. Opsi D (Laut Penuh), meskipun paling hemat biaya, rentan terhadap gangguan. Penelitian ini ditutup dengan peta jalan manajemen proyek untuk implementasi strategi multimoda, dengan penekanan pada integrasi digital, kolaborasi pemangku kepentingan, dan keberlanjutan
Perpustakaan Digital ITB