Nanomaterial berbasis karbon yakni carbon dots (CDs) semakin banyak diteliti
penggunaannya dalam bidang kesehatan. Sintesa CDs dari bahan alami telah
banyak dikembangkan, terutama dari limbah alam (biowaste) karena harganya
yang murah, ketersediaannya banyak, ramah lingkungan, gugus fungsional yang
bervariasi serta biokompatibilitas yang baik. Sintesis CDs bertujuan untuk
meningkatkan efektifitas terapi dan menurunkan toksisitas dari suatu bahan baku.
Kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.) mengandung flavonoid dan fenol lebih
banyak dibandingkan jenis pisang lainnya. Flavonoid memiliki aktivitas dalam
menghambat pembentukan sitokin proinflamasi sehingga efektif sebagai antiinflamasi. Pada penelitian ini kulit pisang telah disintesis menjadi CDs dengan
menggunakan metode pirolisis (P-CDs) dan hidrotermal (H-CDs). Penelitian ini
bertujuan untuk mengkarakterisasi kedua CDs, kemudian mengkaji toksisitas akut
dan subkroniknya, pengujian bioimaging dan efektivitasnya sebagai agen antiinflamasi.
Pada metode pirolisis, juice kulit pisang dimasukkan ke dalam furnace pada suhu
300
?
C selama 30 menit hingga terbentuk serbuk CDs. Sedangkan pada metode
hidrotermal, juice kulit pisang dimasukkan ke dalam teflon lined kemudian
dimasukkan dalam autoklaf suhu 135
?
C selama 24 jam. Larutan CDs kemudian
dikeringkan menggunakan vacuum freeze dryer hingga diperoleh serbuk CDs.
CDs dikarakterisasi fisikokimia meliputi morfologi dan ukuran partikel, muatan
permukaan, sifat optikal, dan analisa gugus fungsi. CDs diuji toksisitas akut dan
pengujian bioimaging menggunakan model hewan zebrafish dengan metode
perendaman dengan berbagai konsentrasi larutan 125, 250, 500, 1000 dan 2000
?g/mL. CDs juga diuji toksisitas akut dengan dosis 2000 mg/kgBB dan
subkroniknya dengan dosis 1000 mg/kgBB pada model hewan tikus wistar.
Setelah itu CDs diuji efektivitas anti-inflamasinya menggunakan metode induksi
karagenan. Penelitian ini memiliki kebaruan penggunaan jenis bahan baku pisang
kepok yang belum pernah dilaporkan, serta data toksisitas akut dan subkronik
pada rute pemberian oral.
P-CDs memiliki karakteristik serbuk hitam dengan ukuran partikel 1,8 ?0,4 nm
dan muatan -49,8 ± 1,01 mV, sedangkan H-CDs berbentuk serbuk higroskopis
hitam kecoklatan dengan ukuran partikel 5,4 ?1,3 nm dan muatan -22,7 ?0,67
mV. Panjang gelombang emisi dari P-CDs 441 nm dan H-CDs 471 nm dengan
sifat fotoluminesensi excitation dependent emission. CDs kulit pisang pada
konsentrasi 1000 dan 2000 ?g/mL menunjukkan penghambatan pada penetasan
telur zebrafish dan tingkat kelangsungan hidup ikan yang kurang dari 100%
selama 120 jam pengamatan. Nilai LC50 dari P-CDs 1703,6 ?g/mL dan H-CDs
993 ?g/mL keduanya tergolong dalam klasifikasi tidak berbahaya pada hewan
zebrafish. CDs terakumulasi pada mata, kantung kuning telur, usus, dan ekor
zebrafish. Evaluasi toksisitas akut CDs pada dosis tunggal 2000 mg/kgBB pada
tikus tidak menunjukkan adanya tanda toksisitas (kategori 5), sedangkan pada
toksisitas subkronik dengan dosis berulang 1000 mg/kgBB menunjukkan tanda
toksisitas berupa perubahan berat badan, indeks organ, parameter biokimia klinis
dan histologi organ hati dan ginjal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa CDs kulit
pisang tidak toksik secara akut dan memiliki toksisitas yang rendah secara
subkronik. CDs kulit pisang efektif memiliki aktivitas anti-inflamasi baik sebagai
moda preventif dan kuratif. P-CDs lebih efektif sebagai moda preventif dengan
dosis 25mg/kgBB dibandingkan H-CDs dan obat standar ibuprofen. CDs kulit
pisang berpotensi sebagai bahan aktif terapi anti-inflamasi, untuk itu perlu diteliti
lebih lanjut farmakokinetiknya agar diperoleh data yang komprehensif sebagai
bahan obat yang aman dan efektif.