digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kopi merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia serta sebagai penghasil devisa negara selain minyak dan gas. Daya saing ekspor kopi Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara pesaingnya. Biaya transportasi internal memiliki hubungan/pengaruh terhadap daya saing ekspor, dimana peningkatan biaya transportasi barang akan menurunkan/menghambat ekspor. Kajian mengenai biaya dan model transportasi untuk komoditas hasil pertanian khususnya biji kopi dan umumnya logistik biji-bijian telah dilakukan, akan tetapi belum mempertimbangkan terkait biaya penanganan komoditas. Meskipun komoditas Biji Kopi tidak termasuk komoditas perishable goods, akan tetapi dalam aktivitas transportasi dapat menyebabkan kerusakan pada komoditas tersebut sehingga memerlukan penanganan khusus karena bersifat higroskopis. Selain hal tersebut, penelitian sebelumnya dilakukan di Negara Amerika Latin, sehingga belum mencerminkan karakteristik negara yang berbeda seperti Indonesia, terkait dengan topografi, ketersediaan data, rantai pasok, penanganan komoditas, ketersediaan infrastruktur dan moda yang digunakan. Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah membuat model struktur biaya transportasi dan simulasi skenario sistem transportasi yang dapat mengefisiensikan biaya transportasi dari perkebunan ke pelabuhan asal dalam kegiatan ekspor biji kopi di Jawa Barat yang mempertimbangkan biaya penanganan khusus yang diperlukan untuk menjaga kualitas dalam proses transportasinya seperti pengemasan dan kontainer, agar kualitas dari komoditas dapat terjaga sampai ke pelabuhan asal sesuai dengan kontrak FOB Penyusunan model struktur biaya transportasi menggunakan metode Activity Based Costing (ABC) karena dapat meningkatkan sistem penetapan biaya dan diklaim lebih akurat daripada metode penetapan biaya tradisional. Setelah tersusun model struktur biaya transportasi, maka selanjutnya melakukan simulasi untuk mendapatkan biaya transportasi yang paling efisien dengan menggunakan Discrete Event Simulation, karena dengan Discrete Event Simulation dapat menunjukkan dampak perubahan parameter pada kinerja sistem sehingga memungkinkan analisis sistem secara keseluruhan dan permasalahan dalam penelitian ini bersifat operasional serta taktis. Dalam proses angkutan barang (hinterland) untuk ekspor komoditas kopi, selain biaya perjalanan, biaya pelabuhan dan biaya bongkar muat, eksportir harus mengeluarkan biaya penanganan khusus untuk memastikan mutu komoditas kopi dapat terjaga di pelabuhan asal dan terhindar dari bahaya kondensasi, dimana biaya biaya penanganan khusus tersebut terdiri dari biaya penanganan khusus (pengemasan) dengan menggunakan Goni & PE dan biaya penangan khusus (kontainer) yang meliputi penggunaan palet plastik, containerboard, dan silika gel. Biaya penanganan khusus timbul pada saat produk yang dihasilkan berupa biji kopi hijau, mulai dari proses pengiriman dari processor hingga ke Pelabuhan Asal. Pada proses transportasi dari Processor sampai ke Consolidation Point/TPK Gedebage, biaya penanganan khusus yang diperlukan sebesar 80% dari total biaya transportasi, hal ini terkait dengan biaya pengemasan sebesar 65% dan biaya penanganan khusus terkait kontainer sebesar 15%. Pada proses transportasi dari tempat Consolidation Point/TPK Gedebage ke pelabuhan asal, untuk moda pengangkutan dengan truk atau kereta api, biaya perlakuan khusus terkait kontainer adalah sebesar 23 % s.d. 26% dari total biaya pengangkutan. Perbedaan tersebut dikarenakan biaya perjalanan dengan menggunakan kereta api lebih murah 46% dibandingkan dengan menggunakan truk. Opsi skenario terbaik menghasilkan biaya transportasi sebesar 21,12 milyar rupiah, sedangkan kodisi eksisting menghasilkan biaya transportasi antara 21,41 s.d. 27,44 milyar rupiah. Penerapan opsi skenario terbaik akan meningkatkan efisiensi biaya transportasi sebesar 0,29 s.d. 6,32 milyar rupiah. Efisiensi tersebut terjadi karena perbedaan penggunaan moda dari shelter ke processor dan dari Consolidation point menuju pelabuhan asal serta perbedaan penggunaan jenis kontainer. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya mengaktifkan kembali jalur kereta api dari Gede Bage ke Tanjung Priok dan melakukan strategi khusus agar dapat lebih diminati oleh pelaku usaha kopi. Untuk rencana jangka panjang, agar pemerintah mengimplementasikan rencana pembangunan jaringan Kereta Api dari TPK Gede Bage ke Pelabuhan Patimban dan menjadikan Jawa Barat sebagai hinterland pelabuhan Patimban, khususnya untuk komoditas kopi. Penelitian ini memiliki keterbatasan, dimana penelitian ini tidak mempertimbangkan ketersediaan pelayaran dan jadwal pelayaran di setiap pelabuhan serta nilai aktual efektifitas penggunaan fantainer, karena faintainer belum popular digunakan di Indonesia dan tidak mengkaji terkait kemanfaatan dan sensitivitas sehingga hal tersebut bisa dikembangkan untuk penelitian selanjutnya.