






Salah satu permasalahan utama dalam proses digestion bijih bauksit untuk memproduksi alumina adalah silika terlarut yang berasal dari silika reaktif dalam bijih. Silika reaktif dapat meningkatkan konsumsi NaOH dan silika terlarutnya dapat menyebabkan kerak di dinding reaktor, tube penukar panas pada pabrik pemurnian alumina. Selain itu silika terlarut dapat menurunkan recovery alumina karena bereaksi dengan sodium aluminat serta memperlambat presipitasi alumina hidrat. Pengurangan silika terlarut dilakukan dengan menaikkan suhu dan menambahkan bahan pengikat silikat. Bahan pengikat silikat yang digunakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya adalah CaO, Ca(OH)2, CaSO4.2H20 dan garam Friedel. Dalam penelitian ini dipelajari keefektifan CaCO3 sebagai bahan desilikasi pada proses digestion bijih bauksit dari Kalimantan Barat berikut analisis kinetikanya.
Penelitian ini dimulai dengan sampling bijih bauksit dengan conning, quartering dan splitting. Selanjutnya dilakukan preparasi sampel bijih bauksit yang meliputi kominusi dan klasifikasi. Setelah dilakukan sampling dan preparasi, sampel bijih bauksit dianalisis komposisi kimia, mineral, mineralogi, dan morfologinya dengan analisis XRF, AAS, XRD dan SEM-EDS. Setelah dilakukan karakterisasi sampel bijih, dilakukan percobaan digestion tanpa dan dengan penambahan CaCO3 dengan konsentrasi NaOH 129 g/L dan kecepatan pengadukan 500 rpm. Dipelajari pengaruh variasi waktu, suhu, fraksi ukuran bijih, konsentrasi NaOH dan jumlah CaCO3 yang ditambahkan terhadap perilaku pelarutan aluminium dan silika reaktif. Kondisi terbaik digestion tanpa penambahan CaCO3 digunakan untuk digestion dengan penambahan CaCO3 dengan variasi rasio SiO2:CaCO3 1:0,5; 1:1; 1:1,5 dan 1:2. Lebih lanjut, kondisi terbaik percobaan digestion tanpa dan dengan penambahan CaCO3 digunakan untuk analisis kinetika reaksi pelarutan Al dan Si serta pengendapan Si. Kinetika pelarutan Al tanpa dan dengan penambahan CaCO3 dipelajari dengan model kinetika shrinking core dan model kinetika reaksi yang memperhitungkan presipitasi sodium aluminat menjadi sodalite. Dengan menggunakan model shrinking core, persen Al terlarut pada berbagai waktu digestion dicocokkan dengan kurva 1-? vs t/? dari data dummy yang dialurkan dengan 3 persamaan kinetika yang ditinjau, dimana ? adalah fraksi alumina yang terkonversi dan ? adalah waktu yang diperlukan untuk Al habis bereaksi yang ditentukan dari persamaan regresi data percobaan dengan menggunakan software Matlab. Pengendali laju reaksi juga diverifikasi dengan nilai R2 dari persamaan regresi data percobaan dengan 3 persamaan shrinking core model, yaitu model kinetika yang terkendali oleh difusi lapisan film, reaksi kimia antarmuka dan difusi melalui lapisan produk dan juga diverifikasi dengan nilai energi aktivasinya. Persen ekstraksi Al terlarut dari percobaan digestion tanpa penambahan CaCO3 yang diperoleh adalah sebesar 85,57% dengan fraksi ukuran partikel -60# pada suhu 150°C. Sementara, persen ekstraksi Al terlarut proses digestion dengan penambahan CaCO3 meningkat menjadi 90,98% diperoleh pada fraksi ukuran partikel -60# pada suhu 150°C menggunakan rasio SiO2 reaktif:CaCO3 sebesar 1:1,5. Konsentrasi SiO2 terlarut percobaan digestion tanpa penambahan CaCO3 kurang dari 0,6 g/L. Sementara, konsentrasi SiO2 terlarut proses digestion dengan penambahan CaCO3 kurang dari 0,04 g/L yaitu dengan menambahkan 0,56 g CaCO3/L. Pengendali reaksi proses digestion tanpa penambahan CaCO3 awalnya dikendalikan oleh reaksi kimia antarmuka dan mengalami peralihan menjadi difusi melalui lapisan produk karena terbentuknya lapisan sodalite. Sementara, digestion dengan penambahan CaCO3 dikendalikan oleh reaksi kimia antar muka. Pengendali reaksi pelarutan Si ditentukan oleh difusi lapisan film dan reaksi kimia antar muka pada suhu 140 dan 150°C dan dipengaruhi oleh difusi lapisan produk pada suhu 160°C.