Peningkatan jumlah penduduk usia senior di dunia menyebabkan adanya perubahan
struktur penduduk dimana jumlah penduduk usia senior lebih banyak dari usia
muda, yang disebut sebagai penuaan populasi (ageing society). Adanya penuaan
populasi ini berdampak pada peningkatan jumlah angkatan kerja usia senior.
Indonesia pun mulai mengalami peningkatan jumlah angkatan kerja usia 45-59
tahun sebesar 4,18% per tahun. Peningkatan ini lebih tinggi dari jumlah angkatan
kerja yang lebih muda (usia 15-44 tahun) yang hanya sebesar 2,16% per tahun.
Peningkatan jumlah pekerja senior tersebut memunculkan tantangan khususnya
terkait dengan penurunan kemampuan individu saat memasuki usia yang semakin
menua. Penurunan tersebut salah satunya terkait dengan kemampuan kognitif dasar
yang banyak diperlukan dalam pekerjaan khusunya yang berhubungan dengan
interaksi sistem dimana salah satunya adalah pekerjaan di ruang kendali. Perlu
dilakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan kognitif pekerja senior tersebut
agar dapat memenuhi tuntutan pekerjaannya. Upaya untuk meningkatkan
kemampuan kognitif saat ini banyak dilakukan dengan pendekatan individual lewat
terapi maupun pelatihan, masih sedikit studi yang melakukan upaya peningkatan
kemampuan kognitif yang dihubungkan dengan pekerjaan.
Peningkatan kemampuan kognitif dalam pekerjaan dapat dilakukan dengan
menggunakan alat bantu. Pemanfaatan teknologi dalam alat bantu kerja untuk
meningkatkan kemampuan kognitif dapat menggunakan teknologi Extended
Reality, dimana salah satunya adalah teknologi Augmented Reality (AR) yang
memungkinkan pekerja tetap berinteraksi dengan lingkungan nyata pekerjaannya
selain tidak memerlukan peralatan yang mahal untuk penegmbangannya.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk merancang alat bantu dengan
teknologi AR bagi pekerja senior untuk meningkatkan kemampuan kognitif dalam
memenuhi tuntutan pekerjaan di ruang kendali. Penelitian ini dibagi menjadi dua
tahap utama, yaitu tahap pertama untuk menentukan dan mengukur kemampuan
kognitif pekerja senior yang dibandingkan dengan usia muda untuk mendapatkan
kemampuan kognitif apa yang perlu diperhatikan dalam pekerjaan. Tahap kedua
perancangan alat bantu untuk meningkatkan kemampuan kognitif tersebut.
ii
Pada studi tahap pertama dilakukan identifikasi tugas kritis pada pekerjaan ruang
kendali. Identifikasi dilakukan melalui cognitive task analysis (CTA) dan diskusi
dengan perwakilan empat perusahaan di bidang industri proses, telekomunikasi,
penyiaran, dan pembangkit listrik, serta melibatkan psikolog. Pengukuran
kemampuan kognitif dilakukan pada usia senior sebanyak 131 orang dan usia muda
116 orang usia senior yang disaring dari pengujian MoCA sebelumnya yang
sejumlah masing masing 150 dan 140 orang. Pengukuran kemampuan kognitif
dilakukan dengan aplikasi CogniFit, dan didapatkan hasil bahwa ada perbedaan
kemampuan kognitif yang signifikan antara pekerja senior dan muda pada
kemampuan persepsi dan koordinasi, dimana kemampuan persepsi kelompok
senior lebih rendah dari usia muda.
Pengukuran gelombang otak dengan menggunakan mobile electroencepalography
(EEG) dilakukan untuk melihat penurunan dan peningkatan pola gelombang alpha,
theta, dan beta pada masing masing tingkat kemampuan kognitif, dan didapatkan
adanya konsistensi pada penurunan gelombang theta dan beta serta peningkatan
alpha sesuai dengan tingkat kemampuan kognitif per kelompok, namun pada
kemampuan persepsi menunjukkan jarak peningkatan dan penurusan yang lebih
tajam dibandingkan aspek kognitif yang lain.
Tahap kedua dilakukan perancangan alat bantu pada pekerjaan senior di depan layar
kendali terkait dengan peningkatan kemampuan persepsi untuk membantu
meningkatkan performansi kerja. Simulasi panel ruang kendali yang dibuat adalah
proses elektrolisa air untuk hydrogen generator yang nantinya digunakan sebagai
bahan bakar untuk industri pembuatan semen. Rancangan dibuat berdasarkan hasil
identifikasi kebutuhan dan penentuan karakteristik teknis yang didasarkan pada
CTA yang sudah diidentifikasi sebelumnya. Rancangan alat bantu menggunakan
teknologi augmented reality (AR) untuk membantu menjelaskan proses yang ada
pada panel simulasi. Berdasarkan hasil evaluasi dengan system usability scale
(SUS) didapatkan nilai 78 yang berarti rancangan mampu pakai sehingga bisa diuji
cobakan penerapannya.
Uji coba rancangan dilakukan dalam sebuah eksperimen yang melibatkan enam
belas partisipan yang sesuai dengan karakteristik pekerja senior di ruang kendali.
Kriteria peningkatan kemampuan kognitif yang diukur pada eksperimen ini,
meliputi keberhasilan pemahaman proses yang terkait dengan aspek persepsi dalam
simulasi, waktu reaksi dalam merespon kondisi darurat, dan jumlah produksi yang
bisa dihasilkan. Pada semua kriteria tersebut didapatkan bahwa rata-rata
performansi dengan menggunakan AR signifikan lebih tinggi daripada tanpa AR
yaitu untuk pemahaman proses lebih tinggi 5,2% (P value = 0,016); waktu respon
terhadap kondisi darurat dengan AR lebih cepat 11,2% (P value = 0,013), dan
jumlah produksi lebih tinggi 11,8% (P value = 0,012).
Pada eksperimen juga diukur beban kerja mental dengan menggunakan NASA TLX
dan EEG, didapatkan bahwa ada kenaikan beban kerja mental saat menggunakan
AR, namun tidak berbeda signifikan dengan beban kerja mental tanpa AR.
iii
Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan AR sebagai alat bantu kerja dapat
meningkatkan kemampuan kognitif pengguna. Hal ini berimplikasi pada
peningkatan efisiensi dan produktivitas kerja di ruang kendali. Teknologi AR dapat
membantu pekerja memahami informasi kompleks lebih cepat dan akurat.