Melalui komitmen global yang tertuang dalam Paris Agreement 2015, dunia
berkomitmen untuk melaksanakan peningkatan kualitas hidup, salah satunya yaitu
dengan berfokus pada pengurangan polusi udara CO2. Sebesar 21% penyumbang
emisi CO2 adalah dari sektor transportasi. Maka untuk menjawab isu peningkatan
kelestarian lingkungan, banyak negara yang mengelektrifikasi sistem
transportasinya. Kenaikan harga dan kelangkaan bahan bakar minyak juga
mendorong pelaksanaan elektrifikasi transportasi, sehingga jumlah kendaraan
listrik akan meningkat secara signifikan di masa mendatang.
Di sisi lain, kendala yang menyebabkan penggunaan kendaraan listrik
kurang diterima masyarakat adalah kekhawatiran akan jarak tempuh, atau yang
disebut dengan “range anxiety”. Salah satu solusi yang layak dilakukan adalah
menambah jumlah infrastruktur pengisian daya, berupa penyediaan Stasiun
Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Ketersediaan infrastruktur
pengisian daya yang kurang memadai, hanya akan menekan peningkatan
penggunaan kendaraan listrik itu sendiri.
Penelitian ini mengusulkan pemodelan perilaku pengguna kendaraan listrik
berbasis agen untuk mendapatkan distribusi SPKLU di Kota Semarang. Kota
Semarang terletak di Provinsi Jawa Tengah dan juga merupakan Ibu Kota Provinsi.
Kota yang memiliki pusat pemerintahan cenderung menjadi objek elektrifikasi
transportasi, salah satunya berupa penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik
Berbasis Baterai (KBLBB). Berdasarkan data pelanggan PT. PLN (Persero), Kota
Semarang memiliki jumlah pelanggan home-charging terbanyak di Jawa Tengah.
Jumlah kendaraan listrik tiga tahun terakhir digunakan untuk memprediksi jumlah
kendaraan listrik tiga tahun kemudian. Jumlah total kendaraan listrik dan distribusi
spasialnya kemudian diterapkan pada pemodelan berbasis agen untuk mengetahui
permintaan pengisian daya di masa mendatang. Selanjutnya, permintaan pengisan
daya digunakan untuk perhitungan penyediaan SPKLU dan persebaran lokasinya
yang optimal di Kota Semarang.