digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pemakaian Semen Portland (Ordinary Portland Cement/OPC) sebagai bahan dasar pembentuk material infrastruktur perlu dibatasi mengingat semen OPC memiliki beberapa kelemahan : (1) kurang ramah lingkungan, (2) rentan terhadap masalah durabilitas, (3) tidak efisien dalam penggunaan material dasar dan (4) konsumsi energi yang besar. Oleh karena itu, perlu disediakan material infrastruktur alternatif yang dapat menutupi kelemahan material berbasis semen OPC, yang dalam hal ini ditawarkan Alkali Activated Material (AAM) atau sering disebut Material Geopolimer. Pada satu dekade belakangan, secara global, penelitian AAM telah intens dilakukan dan telah dinyatakan bahwa AAM sangat berpeluang untuk menggantikan material berbahan OPC. Namun begitu, hingga sekarang secara global pemakaian material ini masih terbatas. Faktor penghambat tersebut adalah : (1) ketidaktersediaan metode pencampuran yang rasional, (2) ketidaktersediaan metode praktis dalam penerapan di lapangan, (3) ketidaktahuan pengaruh Fe2O3 pada AAM (yang umumnya terkandung pada sebagian besar produk sampingan industri/pertambangan), (4) masih kurangnya pemahaman tentang karakteristik teknis dan durabilitas AAM, (5) adanya beberapa kontradiksi hasil penelitian, (6) cukup lebar/banyak variasi material dasar yang mengandung silika-alumina dan (7) belum adanya teknologi untuk mendapatkan material dasar yang seragam untuk membuat AAM. Faktor penghambat tersebut adalah juga merupakan celah (gap) ilmu pengetahuan dan teknologi yang terdapat pada material AAM ini. Oleh karena itu untuk membantu percepatan penggunaan material ini serta menjawab/mengisi celah (gap) ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut (kecuali point 5 dan 7), disertasi ini ingin memberikan pengembangan campuran AAM yang rasional sekaligus memberikan gambaran karakteristik mikroskopik dan makroskopik AAM yang komprehensif. Karakteristik makroskopik yang dilakukan : (1) uji tekan, (2) uji waktu ikat, (3) uji konsistensi/workability, (4) uji porositas dan (5) uji durabilitas. Sedangkan karakteristik mikroskopik yang dilakukan : (1) Particle Size Analyser, (2) Gravimetri, (3) Atomic Absorption Spectroscopy, (4) X-Ray Fluoresence, (5) X-Ray Diffraction, (6) Fourier Transform Infra Red Spectrocopy, (7) Scanning Electron Microscopy/Energy Dispersive X-Ray Analyze, dan (8) Toxic Characteristics Leaching Procedure. Material dasar lokal yang mengandung silica-alumina yang digunakan mencakup: (1) fly ash Kelas F, (2) fly ash Kelas C, (3) metakaolin, (4) redmud, (5) tailing pertambangan, (6) silika fume dan (7) EAFD (Electric Arc Furnace Dust) Slag. Fasa solid yang ditinjau adalah fasa pasta dan mortar. Berdasarkan karakteristik makroskopik AAM yang dihasilkan, material dasar yang dapat digunakan sebagai precursor AAM dari berbagai material dasar yang dikaji dalam penelitian ini adalah fly ash Kelas F, fly ash Kelas C dan Metakaolin. Hal ini karena ketiga material ini memiliki sifat amorphous dan rasio SiO2/Al2O3 berkisar 1,97-2,45. Namun begitu, AAM Fly ash direkomendasikan untuk material struktural sedangkan AAM Metakaolin lebih direkomendasikan untuk material non-struktural/arsitektural. Pencampuran antara ketiga material dasar tersebut dapat dilakukan karena produk solidifikasi AAM ketiga material dasar tersebut memiliki spesies kimia yang sama. Pencampuran material dasar yang amorphous dengan non-amorphous juga dapat dilakukan dengan komposisi 75% : 25%, tanpa mempengaruhi kuat tekan dan karakteristik mikroskopik AAM secara signifikan. Jumlah kandungan CaO dan Fe2O3 sangat penting pada AAM fly ash. Semakin besar CaO semakin cepat waktu ikat AAM. Semakin kecil CaO semakin dibutuhkan dry curing untuk meningkatkan kuat tekan AAM. Semakin besar CaO semakin rentan masalah durabilitas. Sedangkan, kandungan Fe2O3 tertentu dapat meningkatkan kuat tekan AAM fly ash. Hubungan kuat tekan versus w/c pada material berbahan semen portland dapat diganti dengan hubungan kuat tekan versus rasio molar reaktan [H2O]/[Na2O+SiO2+Al2O3] atau H/NSA pada AAM. Disertasi ini menunjukkan adanya peluang pengembangan nomogram campuran mortar AAM (berbahan dasar fly ash) dengan mengadopsi nomogram yang ada pada teknologi OPC. Nomogram yang dikembangkan mengadopsi Nomogram Monteiro-Helene yang memperhitungkan konsistensi campuran segar. Selain itu, disertasi ini juga memberikan pengembangan Nomogram yang tidak memperhitungkan konsistensi campuran segar mortar AAM. Nomogram tersebut untuk mendapatkan mortar AAM fly ash dengan kuat tekan sebesar 25 MPa hingga 70 MPa. Mortar AAM yang membangun kedua Nomogram tersebut memiliki karakteristik mikroskopik yang relatif sama dengan tingkat durabilitas yang lebih baik dibanding material berbahan dasar semen portland. Berdasarkan kajian aspek lingkungan (emisi CO2, kebutuhan energi, Life Cycle Analysis, tingkat immobilisasi toxic dan penggunaan limbah padat), material AAM memiliki karakteristik material yang ramah lingkungan yang dapat diperbandingkan dengan karakteristik material berbahan dasar semen portland. Oleh karena itu, material AAM ini dapat digunakan untuk membuat material infrastruktur yang ramah lingkungan.