COVER - PARTOGI HASUDUNGAN SIMATUPANG
PUBLIC Alice Diniarti BAB 1 - PARTOGI HASUDUNGAN SIMATUPANG
PUBLIC Alice Diniarti BAB 2 - PARTOGI HASUDUNGAN SIMATUPANG
PUBLIC Alice Diniarti BAB 3 - PARTOGI HASUDUNGAN SIMATUPANG
PUBLIC Alice Diniarti BAB 4 - PARTOGI HASUDUNGAN SIMATUPANG
PUBLIC Alice Diniarti BAB 5 - PARTOGI HASUDUNGAN SIMATUPANG
PUBLIC Alice Diniarti BAB 6 - PARTOGI HASUDUNGAN SIMATUPANG
PUBLIC Alice Diniarti BAB 7 - PARTOGI HASUDUNGAN SIMATUPANG
PUBLIC Alice Diniarti PUSTAKA - PARTOGI HASUDUNGAN SIMATUPANG
PUBLIC Alice Diniarti
Pemakaian Semen Portland (Ordinary Portland Cement/OPC) sebagai bahan
dasar pembentuk material infrastruktur perlu dibatasi mengingat semen OPC
memiliki beberapa kelemahan : (1) kurang ramah lingkungan, (2) rentan terhadap
masalah durabilitas, (3) tidak efisien dalam penggunaan material dasar dan (4)
konsumsi energi yang besar. Oleh karena itu, perlu disediakan material
infrastruktur alternatif yang dapat menutupi kelemahan material berbasis semen
OPC, yang dalam hal ini ditawarkan Alkali Activated Material (AAM) atau sering
disebut Material Geopolimer.
Pada satu dekade belakangan, secara global, penelitian AAM telah intens
dilakukan dan telah dinyatakan bahwa AAM sangat berpeluang untuk
menggantikan material berbahan OPC. Namun begitu, hingga sekarang secara
global pemakaian material ini masih terbatas. Faktor penghambat tersebut adalah :
(1) ketidaktersediaan metode pencampuran yang rasional, (2) ketidaktersediaan
metode praktis dalam penerapan di lapangan, (3) ketidaktahuan pengaruh Fe2O3
pada AAM (yang umumnya terkandung pada sebagian besar produk sampingan
industri/pertambangan), (4) masih kurangnya pemahaman tentang karakteristik
teknis dan durabilitas AAM, (5) adanya beberapa kontradiksi hasil penelitian, (6)
cukup lebar/banyak variasi material dasar yang mengandung silika-alumina dan
(7) belum adanya teknologi untuk mendapatkan material dasar yang seragam
untuk membuat AAM. Faktor penghambat tersebut adalah juga merupakan celah
(gap) ilmu pengetahuan dan teknologi yang terdapat pada material AAM ini.
Oleh karena itu untuk membantu percepatan penggunaan material ini serta
menjawab/mengisi celah (gap) ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut (kecuali
point 5 dan 7), disertasi ini ingin memberikan pengembangan campuran AAM
yang rasional sekaligus memberikan gambaran karakteristik mikroskopik dan
makroskopik AAM yang komprehensif. Karakteristik makroskopik yang
dilakukan : (1) uji tekan, (2) uji waktu ikat, (3) uji konsistensi/workability, (4) uji
porositas dan (5) uji durabilitas. Sedangkan karakteristik mikroskopik yang
dilakukan : (1) Particle Size Analyser, (2) Gravimetri, (3) Atomic Absorption
Spectroscopy, (4) X-Ray Fluoresence, (5) X-Ray Diffraction, (6) Fourier
Transform Infra Red Spectrocopy, (7) Scanning Electron Microscopy/Energy
Dispersive X-Ray Analyze, dan (8) Toxic Characteristics Leaching Procedure.
Material dasar lokal yang mengandung silica-alumina yang digunakan mencakup:
(1) fly ash Kelas F, (2) fly ash Kelas C, (3) metakaolin, (4) redmud, (5) tailing
pertambangan, (6) silika fume dan (7) EAFD (Electric Arc Furnace Dust) Slag.
Fasa solid yang ditinjau adalah fasa pasta dan mortar.
Berdasarkan karakteristik makroskopik AAM yang dihasilkan, material dasar
yang dapat digunakan sebagai precursor AAM dari berbagai material dasar yang
dikaji dalam penelitian ini adalah fly ash Kelas F, fly ash Kelas C dan Metakaolin.
Hal ini karena ketiga material ini memiliki sifat amorphous dan rasio SiO2/Al2O3
berkisar 1,97-2,45. Namun begitu, AAM Fly ash direkomendasikan untuk
material struktural sedangkan AAM Metakaolin lebih direkomendasikan untuk
material non-struktural/arsitektural. Pencampuran antara ketiga material dasar
tersebut dapat dilakukan karena produk solidifikasi AAM ketiga material dasar
tersebut memiliki spesies kimia yang sama. Pencampuran material dasar yang
amorphous dengan non-amorphous juga dapat dilakukan dengan komposisi 75% :
25%, tanpa mempengaruhi kuat tekan dan karakteristik mikroskopik AAM secara
signifikan.
Jumlah kandungan CaO dan Fe2O3 sangat penting pada AAM fly ash. Semakin
besar CaO semakin cepat waktu ikat AAM. Semakin kecil CaO semakin
dibutuhkan dry curing untuk meningkatkan kuat tekan AAM. Semakin besar CaO
semakin rentan masalah durabilitas. Sedangkan, kandungan Fe2O3 tertentu dapat
meningkatkan kuat tekan AAM fly ash.
Hubungan kuat tekan versus w/c pada material berbahan semen portland dapat
diganti dengan hubungan kuat tekan versus rasio molar reaktan
[H2O]/[Na2O+SiO2+Al2O3] atau H/NSA pada AAM. Disertasi ini menunjukkan
adanya peluang pengembangan nomogram campuran mortar AAM (berbahan
dasar fly ash) dengan mengadopsi nomogram yang ada pada teknologi OPC.
Nomogram yang dikembangkan mengadopsi Nomogram Monteiro-Helene yang
memperhitungkan konsistensi campuran segar. Selain itu, disertasi ini juga
memberikan pengembangan Nomogram yang tidak memperhitungkan konsistensi
campuran segar mortar AAM. Nomogram tersebut untuk mendapatkan mortar
AAM fly ash dengan kuat tekan sebesar 25 MPa hingga 70 MPa. Mortar AAM
yang membangun kedua Nomogram tersebut memiliki karakteristik mikroskopik
yang relatif sama dengan tingkat durabilitas yang lebih baik dibanding material
berbahan dasar semen portland.
Berdasarkan kajian aspek lingkungan (emisi CO2, kebutuhan energi, Life Cycle
Analysis, tingkat immobilisasi toxic dan penggunaan limbah padat), material
AAM memiliki karakteristik material yang ramah lingkungan yang dapat
diperbandingkan dengan karakteristik material berbahan dasar semen portland.
Oleh karena itu, material AAM ini dapat digunakan untuk membuat material
infrastruktur yang ramah lingkungan.