Sebuah perusahaan tambang tembaga-emas di Nusa Tenggara akan memasuki tahap pascatambang pada tahun 2033, meninggalkan void bekas tambang dengan diameter sekitar 2 km dan kedalaman 700 m. Void ini direncanakan untuk dijadikan pit lake yang akan diisi oleh air limpasan, rembesan, dan air hujan, dengan perkiraan waktu pengisian penuh sekitar 40 tahun. Untuk mempercepat proses pengisian pit lake, air dari kolam pengendapan dapat dipompa masuk ke dalam void. Pemompaan direncanakan dari kolam pegendapan Tongoloka Toe Dike.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang meliputi curah hujan selama 21 tahun (2002-2022) dari stasiun WS-01, peta topografi lokasi penambangan, serta luas catchment area. Analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB 2024a untuk menentukan curah hujan rencana mingguan. Beberapa distribusi, seperti Weibull, Gumbel, Gamma, Eksponensial, dan Log Pearson Tipe III, digunakan untuk menghitung curah hujan, dan distribusi dengan nilai signifikansi terbesar dipilih untuk setiap minggu. Setelah itu, dilakukan fitting data dengan data cumulative distribution function (CDF) untuk mendapatkan nilai curah hujan dengan probabilitas 50%, 55%, 60%, 65%, 70%, 75%, 80%, 85%, 90%, 95%, dan 97,5%. Simulasi Monte Carlo digunakan untuk menentukan probabilitas curah hujan tiap minggunya. Waktu pemompaan ditetapkan 3.5 tahun, dimulai pada pertengahan tahun.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk bisa memompa dari Tongoloka Toe Dike, setidaknya 1 pompa memerlukan 11 booster. Penelitian ini menganalisis penggunaan 1 hingga 10 pompa. Skenario dengan 9 pompa memiliki efektivitas pemompaan 99,99%, volume air yang masuk kolam adalah 66.220.811 m3, volume air dari pompa yang menuju pit lake adalah 66.212.640 m3 dan telah memasuki minggu tanpa terjadi overflow. Skenario 9 pompa ini mampu untuk mempercepat pembuatan pit lake selama 14 tahun.