digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Tsuraya Nabila
PUBLIC Open In Flip Book Rita Nurainni, S.I.Pus

Tangerang Selatan adalah kota yang berkembang pesat, dengan wilayah yang sebagian besar didominasi oleh area residensial dan aktivitas industri. Kota ini terletak di dataran rendah dengan ketinggian antara 0–62,5 meter di atas permukaan laut, serta kepadatan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Pamulang, dengan lebih dari 360.000 jiwa. Menurut laporan Nafas (2023), Tangerang Selatan menempati peringkat pertama sebagai kota dengan konsentrasi PM2.5 tertinggi di Indonesia pada bulan Juli 2023, dengan rata-rata PM2.5 mencapai 60 ?gm-3, yang masuk dalam kategori indeks kualitas udara tidak sehat, menurut standar WHO dan US EPA. Oleh karena itu, diperlukan identifikasi variasi diurnal konsentrasi PM2.5 serta analisis trayektori polutan pada hari-hari ekstrem untuk memahami sebaran polutan di Tangerang Selatan. Penelitian ini menggunakan data konsentrasi PM2.5 dari lima titik sensor di wilayah Tangerang Selatan, yang diukur secara spasial dan temporal selama harihari ekstrem pada bulan Juli 2023. Selain itu, digunakan data kecepatan dan arah angin yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Budiarto (ISD_Lite) dan data meteorologi dari reanalisis ERA5. Data ini diolah untuk mengetahui bagaimana kondisi meteorologi dan pola angin berkontribusi terhadap akumulasi polutan serta potensi sebaran PM2.5 selama hari ekstrem tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi PM2.5 tertinggi terjadi pada pagi hari (00.00–06.00 WIB) dengan kecepatan angin sebesar 0,5 hingga 0,7 ms-1 arah angin dominan dari barat daya (dataran tinggi) ke timur laut (dataran rendah) dan sore hingga malam hari (16.00–23.00 WIB) dengan kecepatan angin sebesar 2,0 hingga 0,1 ms-1 arah angin dominan dari utara (dataran rendah) ke selatan (dataran tinggi), dengan konsentrasi tertinggi tercatat di wilayah Serpong sebesar 117,79 ?gm-3. Hubungan antara konsentrasi PM2.5 dengan kecepatan angin dan arah angin menunjukkan korelasi negatif (-0,68), di mana penurunan kecepatan angin menyebabkan PM2.5 meningkat. Namun kecepatan angin dan arah angin bukan satu-satunya yang mempengaruhi peningkatan konsentrasi PM2.5. Pada hari ekstrem trayektori forward menunjukkan bahwa polutan menyebar ke wilayah barat laut (Serang dan Kab. Tangerang), sementara trayektori backward mengindikasikan bahwa polutan berasal dari wilayah industri di tenggara (Kab. Bogor dan Depok)