digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVER Lavendo Indrawan
PUBLIC Open In Flip Book Roosalina Vanina Viyazza

BAB 1 Lavendo Indrawan
PUBLIC Open In Flip Book Roosalina Vanina Viyazza

BAB 2 Lavendo Indrawan
PUBLIC Open In Flip Book Roosalina Vanina Viyazza

BAB 3 Lavendo Indrawan
PUBLIC Open In Flip Book Roosalina Vanina Viyazza

BAB 4 Lavendo Indrawan
PUBLIC Open In Flip Book Roosalina Vanina Viyazza

BAB 5 Lavendo Indrawan
PUBLIC Open In Flip Book Roosalina Vanina Viyazza

PUSTAKA Lavendo Indrawan
PUBLIC Open In Flip Book Roosalina Vanina Viyazza

COP28 (Konferensi Perubahan Iklim) di Dubai ditutup dengan kesepakatan yang menandai “awal dari akhir” era bahan bakar fosil dan menghimbau pada para pihak untuk bertindak dalam skala global untuk melipatgandakan kapasitas dari energi terbarukan dan mempercepat kemajuan dalam efisiensi energi pada tahun 2030. Sehubungan dengan ini, Indonesia diyakini mempunyai potensi energi panas bumi terbesar ke-2 di dunia. Namun pemanfaatannya sebagai pembangkit Listrik masih cukup rendah dibandingkan dengan negara lain yang juga memiliki Cadangan panas bumi. Indonesia hanya memanfaatkan sekitar 10% dari total potensi yang dimiliki. Tantangan datang dari nilai ekonomi proyek. Proyek panas bumi di dunia didominasi oleh dua komponen bsear, yaitu Pembangunan pembangkit Listrik dan pengerjaan sumur panas bumi. Konstruksi sumur dikaitkan dengan aktivitas yang mahal dan memakan waktu, dengan proses pengeboran menjadi hal utama. Biaya operasi pengeboran yang melibatkan peralatan pengeboran dan evaluasi formasi. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, biaya pembangunan sumur harus diupayakan untuk dikurangi atau setidaknya dikelola untuk mempertahankan nilai keekonomian proyek. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kriteria yang penting bagi operator panas bumi atau pemilik proyek dalam memilih kontraktor pengeboran (rig pengeboran) yang terkemuka dan andal. Untuk menentukan kriteria dan teknik prioritas, dilakukan studi literatur, wawancara dengan pengambil keputusan utama di perusahaan, kuesioner kepada para ahli perusahaan, dan survei kepada praktisi industri. Empat kriteria utama—administratif, HSE (Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan), persyaratan teknis, dan komersial—diidentifikasi untuk mendukung proses prioritas menggunakan Proses Hierarki Analitik (AHP). Di antara empat belas sub-kriteria, tiga dengan bobot global tertinggi adalah Kinerja HSE, Tarif, dan Sistem Pengendalian Sumur