Jasinga, merupakan salah satu area yang kerap dilaporkan terkait temuan fosil kayu di Jawa
Barat. Keberadaan fosil kayu di Jawa Barat telah terungkap sejak 1922. Namun, kajian-kajian
fosil yang ada masih terbatas pada taksonomi saja, tanpa mengungkap proses fosilisasi,
posisi, dan karakteristik satuan batuan yang menjadi host rock dari fosil kayu yang ditemui.
Padahal, pemahaman tersebut sangat penting untuk memahami kondisi lingkungan purba
yang terbentuk. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk mengungkap rangkaian proses
fosilisasi kayu di Jasinga, Jawa Barat untuk memperdalam interpretasi lingkungan purba di
area ini. Keberadaan fosil kayu di daerah ini dilacak dari pemetaan litostratigrafi, sedangkan
untuk determinasi taksanya mengacu pada karakteristik anatomi mikroskopik kayu. Dalam
studi ini dilakukan serangkaian mikroanalisis untuk mengungkap karakteristik biogeokimia
fosil kayu dan host rock-nya melalui pendekatan XRF, ICPMS, SEM-EDX, XRD, FT-IR,
FE-EPMA, TEM-EDX-SAED, serta studi metagenomik untuk menemukan potensi
biomineralisasi dalam proses fosilisasi kayu. Hasil studi ini menunjukkan bahwa terdapat
empat satuan batuan yang menjadi host rock fosilisasi kayu pada Formasi Genteng di daerah
ini. Sebagian besar fosil kayu di area ini merupakan tumbuhan Dipterocarpaceae, meliputi
genus Anisopteroxylon, Dipterocarpoxylon, Dryobalanoxylon, Parashoreoxylon, dan
Shoreoxylon, yang mencirikan karakteristik ekosistem terrestrial purba berupa hutan hujan
tropis. Fosil kayu tersebut telah mengalami silisifikasi dengan SiO2 mencapai 92,7 ± 1,70%,
kondisi ini sangat berkaitan dengan karakteristik geokimia host rock (r= +0,82) serta
porositas batuan, yang berimplikasi pada inflitrasi silika ke tubuh kayu. Silika cenderung
terakumulasi pada bagian vessel dan menggantikan peran struktur organik kayu, diikuti
dengan hadirnya unsur logam lainya meliputi REE. Proses pengayaan silika ini juga disertai
biomineralisasi Cyanobacteria (RA: 8,7-11,8%) yang meningkatkan presipitasi silika pada
lumen mikroskopik jaringan kayu, terutama saat terendapkan di lingkungan alkali yang
beriklim tropis. Fission track dating menunjukkan lingkungan purba di daerah ini terbentuk
ketika 4,51 juta tahun lalu atau pada Pliosen Awal, dan berlangsung setidaknya selama 2,37
juta tahun, bersamaan dengan pembentukan daratan di selatan Paparan Sunda.