Kabupaten Luwu Timur merupakan salah satu penerima Dana Bagi Hasil (DBH)
pertambangan, dengan kontribusi sebesar 15,12% terhadap APBD tahun 2023. Namun,
mengingat mineral dan batubara adalah sumber daya alam yang tidak terbarukan, serta umur
tambang di Luwu Timur diperkirakan akan habis dalam waktu kurang dari 10 tahun,
pemerintah daerah harus bersiap menghadapi tantangan transformasi ekonomi. Saat ini,
penggunaan DBH pertambangan lebih banyak dialokasikan untuk belanja birokrasi, yang
menunjukkan kurangnya optimalisasi dalam penggunaannya untuk program yang berdampak
langsung pada kesejahteraan masyarakat dan tujuan jangka panjang. Selain itu, Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun 2023 mencapai Rp 102,3 miliar, yang menunjukkan
adanya dana yang belum dimanfaatkan secara efektif. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis efektivitas penggunaan DBH pertambangan, mengkaji mekanisme optimal dalam
alokasinya, serta mengidentifikasi sektor-sektor potensial yang dapat menggantikan sektor
tambang di masa depan melalui pendekatan ekonometrika dan analisis input-output dengan
menggunakan tabel Input-Output Provinsi Sulawesi Selatan yang diperbarui dan kemudian
diturunkan ke Kabuapten Luwu Timur menggunakan metode RAS.
Berdasarkan analisis ekonometrika diketahui bahwa yang memiliki signifikansi terbesar dari
data struktur PDRB adalah pengeluaran konsumsi pemerintah yang diartikan sebagai block
grant yang artinya DBH pertambangan seharusnya didistribusikan ke pengeluaran konsumsi
pemerintah untuk meningkatkan PDRB. Namun setelah didekati menggunakan analisis input
output dengan melakukan skenario penambahan DBH pertambangan berdasarkan skema block
grant, earmarking DBH CHT, sovereign wealth fund dan earmarking berdasarkan sektor
unggulan, yang berpengaruh secara signifikan terhadap total output adalah skenario
earmarking berdasarkan sektor unggulan. Hasil analisis keterkaitan dan dampak pengganda,
sektor industri pengolahan dan Konstruksi menjadi sektor yang dapat menggantikan sektor
tambang di masa depan. Sektor ini menunjukkan keterkaitan intersektoral yang kuat serta
kinerja pengganda output yang signifikan baik dalam skema earmarking, SWF, maupun
keterkaitan sektor. Hal ini menunjukkan bahwa kedua sektor ini dapat memainkan peran dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di Kabupaten Luwu Timur, terutama dalam
konteks pasca-tambang, ketika sumber DBH dari sektor pertambangan berkurang atau habis.