digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Saat ini, operasi hulu minyak dan gas di Indonesia mengoperasikan 70% fasilitas tua dan perpanjangan umur (ALE) yang memiliki karakteristik, faktor, dan kriteria indikator kinerja utama (KPI) keselamatan proses yang spesifik. Tinjauan literatur sistematis menegaskan bahwa belum ada kerangka kerja sistem manajemen kinerja (PMS) keselamatan proses yang memadai untuk mengelola fasilitas produksi ALE. Penelitian ini bertujuan untuk merancang PMS berbasis pengetahuan (KBPMS) untuk menetapkan KPI keselamatan proses pengelolaan fasilitas produksi ALE di industri hulu minyak dan gas. Kerangka kerja kontekstual menggabungkan kerangka KBPMS dengan siklus PDCA Deming untuk meningkatkan manajemen keselamatan proses dan menciptakan peta jalan perbaikan berkelanjutan untuk kerangka kerja yang telah ditetapkan. Desain penelitian menggunakan paradigma pragmatis dengan teknik penalaran deduktif dan induktif, menggunakan strategi studi kasus dengan metodologi kualitatif-kuantitatif, dan mencakup 112 dari 125 sasaran responden. Proses hierarki analisa (AHP) digunakan untuk membangun dan memperluas kerangka konseptual KBPMS-PDCA, dalam memprioritaskan KPI yang sesuai dengan tujuan dan menyelesaikan konflik prioritas para pemangku kepentingan. Strategi penelitian yang dipilih mengkaji studi kasus statistik dan longitudinal dengan metode campuran System Dynamics (SD) dan Multi Criteria Decision Analysis (MCDA). Pengumpulan data dilakukan dengan mendistribusikan kuesioner, melakukan observasi, diskusi kelompok terfokus, dan wawancara mendalam antar personel kunci dan pengambil keputusan terkait aspek keselamatan proses. Pilar fundamental kerangka kontekstual dibahas secara mendalam dalam studi literatur dengan menilai 23 model PMS keselamatan proses yang tersedia, terdiri dari 26 elemen keselamatan proses. Pada tahap awal pembangunan model, pengembangan PMS kontekstual ditujukan untuk meningkatkan metode pengukuran kinerja tradisional yang akan mempertimbangkan aspek keselamatan proses dan ukuran keuangan yang saling terkait. Studi ini berhasil mengatasi kesenjangan teoritis di bidang sistem manajemen kinerja. Pertama, penelitian ini berhasil menjelaskan karakteristik utama perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola fasilitas produksi ALE. Perusahaan-perusahaan tersebut dihadapkan pada konflik trade-off antara kepatuhan keselamatan proses dan target produksi untuk mencapai kewajiban komersial dan keselamatan. Selalu menghadapi kebijakan dan peraturan yang selalu berubah, atau bahkan standar yang tidak jelas. Menghadapi kesulitan dalam memahami aktivasi perangkat keselamatan penting secara real- time sebagai sinyal awal operasi yang tidak aman; mengalami kesulitan untuk mengubah tujuan yang ambigu dan rumit menjadi ukuran pencapaian yang menyeluruh; model penilaian yang berbeda untuk evaluasi kinerja yang mengarah pada menghasilkan standar ganda, dan struktur tanggung jawab berlapis terhadap anggota masyarakat, pemerintah, perwakilan politik dan professional. Kedua, penelitian ini berhasil mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi kinerja keselamatan proses di perusahaan BUMN, yaitu dukungan dan komitmen pimpinan, manajemen risiko, degradasi material dan keusangan, kompetensi manusia, kapabilitas organisasi, organisasi berbasis pengetahuan atau pembelajaran, dan elemen kritis keselamatan. Ketiga, penelitian ini berhasil merumuskan kriteria kesesuaian tujuan PMS keselamatan proses berbasis pengetahuan untuk mengelola fasilitas produksi ALE, yaitu menyediakan mekanisme untuk mengelola konflik antara tujuan produksi dan keselamatan; komitmen pemangku kepentingan mengenai kepatuhan terhadap hambatan- hambatan penting; mekanisme pembandingan; mekanisme penyelarasan strategi; perubahan lingkungan yang dapat beradaptasi; system berbasis pengetahuan dalam pemodelan kinerja kompetensi manusia dan status kesehatan operasi fasilitas secara real-time. Keempat, penelitian ini berhasil mengembangkan kerangka kerja PMS-PDCA keselamatan proses berbasis pengetahuan baru yang telah memberikan peningkatan hierarki untuk tingkat strategis, taktis dan operasional, yang terdiri dari enam tahap manajemen kinerja, terdiri: lingkungan perusahaan, perspektif bisnis, perspektif pelanggan, perusahaan perspektif prioritas kompetitif, perspektif proses internal, dan perspektif ketersediaan sumber daya dan metode. Kelima, penelitian ini menunjukkan hasil pengujian model framework PMS baru untuk membuktikan efektivitas dan efisiensi pengelolaan fasilitas produksi ALE di industri hulu minyk dan gas yang mencapai 97% untuk modul strategis, 91% untuk modul taktis, dan 95% untuk modul operasional. Penelitian ini menawarkan kontribusi signifikan bagi akademisi dan praktisi industri dengan memperkenalkan kerangka kerja PMS-PDCA keselamatan proses berbasis pengetahuan baru yang berbeda dari kerangka kerja yang ada. Kontribusi utama meliputi; pertama, kerangka kerja baru menggabungkan desain ukuran kinerja berbasis pengetahuan, pemodelan sistem, dan prinsip-prinsip perbaikan berkelanjutan menjadi model PMS yang komprehensif. Kedua, kerangka kerja kontekstual yang menyediakan fungsi untuk mengelola konflik kinerja melalui indeks kinerja proses analisa hierarki dan model system dynamics, yang membahas kemampuan beradaptasi. Beberapa kerangka kerja terkemuka, seperti BSC, Performance Prism, KB-PMS, dan Six Sigma Business Scorecard (Lean Six Sigma), tidak menyertakan fungsi-fungsi ini. Ketiga, kerangka kerja yang disarankan menawarkan alat praktis bagi para pengambil keputusan di perusahaan BUMN untuk memilih, menerapkan, dan mengevaluasi efektivitas sistem manajemen keselamatan proses, sehingga menghindari pemikiran silo dan target kinerja yang tidak selaras. Keempat, kerangka kerja KBPMS-PDCA mendorong pemangku kepentingan yang lebih luas, seperti badan regulasi Indonesia, dalam mengembangkan dan/atau memperkaya kebijakan atau regulasi keselamatan yang berlaku, misalnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 32/2021; Keputusan Direktur Teknik dan Lingkungan Migas No. 0196.K/18/DMT/2018, yang secara tegas mengatur persyaratan keselamatan proses untuk pengelolaan fasilitas produksi ALE di industri hulu migas.