digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak - Daniel Pangihutan Simbolon
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

COVER - Daniel Pangihutan Simbolon
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB I - Daniel Pangihutan Simbolon
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB II - Daniel Pangihutan Simbolon
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB III - Daniel Pangihutan Simbolon
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB IV - Daniel Pangihutan Simbolon
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB V - Daniel Pangihutan Simbolon
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA - Daniel Pangihutan Simbolon
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

Dalam penelitian ini, dilakukan evaluasi terhadap karakteristik ketidakstabilan aeroelastik pada pelat komposit. Pada pelat yang tidak memiliki crack, dilakukan modal analysis dan evaluasi aeroelastis untuk menentukan acuan bagi konfigurasi yang rusak. Static crack digunakan pada pelat komposit. Dalam kasus ini, tidak ada terjadi perpanjangan crack, namun berbagai variasi panjang dan lokasi dari crack akan dipelajari. Panjang crack akan divariasikan dari 20% hingga 80% dari panjang chord, sementara lokasi crack akan divariasikan pada 20% hingga 80% dari panjang spanwise. Analisis komputasi dilakukan menggunakan Metode Elemen Hingga untuk mengembangkan model struktural, dan Doublet Lattice Method (DLM) untuk menghitung beban aerodinamik dalam evaluasi aeroelastis. Modal analysis dilakukan untuk memperoleh beberapa bentuk modus getar, yaitu 3 mode bending, 2 mode torsion, dan 1 mode swaying. Frekuensi natural untuk pelat yang tidak memiliki crack berkisar dari 6 Hz hingga 320 Hz. Dengan memvariasikan lokasi crack, ditemukan bahwa frekuensi natural hampir konsisten dengan pelat yang tidak memiliki crack. Sebaliknya, saat panjang crack semakin panjang, hingga 80% dari panjang chord, frekuensi natural dari mode 1st Torsion, 2nd Torsion, dan 1st Swaying semakin menurun. Sementara itu, frekuensi natural dari dari mode bending tetap konsisten dengan adanya perubahan panjang crack. Oleh karena itu, urutan mode berubah sesuai dengan ukuran crack, mode 1st Swaying dapat muncul lebih awal daripada mode 1st Torsion atau 3rd Bending. Selain itu, dengan terjadinya penurunan frekuensi mode 1st Torsion, frekuensi mode 2nd Bending dan mode 1st Torsion akan menjadi semakin mendekat seiring dengan peningkatan panjang crack. Fenomena ini sejalan dengan hasil analisis aeroelastis. Batas ketidakstabilan yaitu kecepatan flutter, tidak berubah secara signifikan dengan berubahnya lokasi crack. Namun, seiring dengan bertambahnya panjang crack, kecepatan flutter menurun, berkurang hampir 40% ketika panjang crack mencapai 80% dari chord. Oleh karena itu, penelitian ini menekankan efek crack pada sifat aeroelastis pelat komposit.