digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK - Asfathari Ratnaduita S
PUBLIC Alice Diniarti

Tren pola makan dan kebiasaan hidup sehat telah mengalami peningkatan signifikan pada beberapa tahun terakhir, sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan jangka panjang. Di Indonesia, konsumsi gula menjadi salah satu tantangan utama dalam upaya menjaga kesehatan masyarakat karena tingginya potensi risiko diabetes melitus (DM) yang diakibatkannya. Sehubungan dengan hal tersebut, stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) telah menjadi salah satu pemanis alternatif yang mendapat perhatian khalayak luas karena manfaat kesehatannya yang substansial. Di Indonesia, stevia pertama kali diperkenalkan di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar pada tahun 1977, tetapi baru mulai dibudidayakan secara signifikan pada tahun 2005 melalui kolaborasi antara Badan Penelitian Tanaman Obat (BPTO) dan para petani lokal. Hingga saat ini, rantai nilai stevia di Karanganyar telah mengalami restrukturisasi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk industri hilir. Rantai nilai stevia yang berkembang selama hampir dua dekade ini telah menghasilkan hubungan kemitraan yang kuat antara petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Subur Agung Sejahtera (SAS) dengan industri hilir Sido Muncul (SM). Meski demikian, minat para petani di Kelompok Tani SAS untuk membudidayakan stevia masih rendah. Sehingga, pada titik ini diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat bagaimana industri hilir berperan dalam mendorong peningkatan kapasitas petani stevia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi strategi pengembangan keberlanjutan rantai nilai stevia pada Kelompok Tani SAS dengan memanfaatkan kemitraan yang terjalin dengan SM melalui identifikasi struktur dan hubungan yang terbentuk dalam rantai nilai serta analisis kemitraan yang terjalin untuk merumuskan strategi pengembangan rantai nilai berkelanjutan. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis rantai nilai Kaplinsky & Morris yang dimodifikasi dengan beberapa analisis lain. Peningkatan industrial (industrial upgrading) dinilai berdasarkan sejauh mana peningkatan yang terjadi pada rantai nilai melalui kemitraan antara kelompok tani dan industri hilir. Berdasarkan analisis rantai nilai dan peningkatan industrial yang terjadi di rantai nilai stevia Karanganyar, strategi pengembangan rantai nilai stevia yang berkelanjutan bagi Kelompok Tani SAS dirumuskan menggunakan analisis Strength, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT) dan ditentukan prioritas implementasinya menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa rantai nilai stevia di Karanganyar melibatkan sebelas jenis pelaku yang saling terhubung. Rantai nilai stevia di Kelompok Tani SAS, yang terhubung dengan industri hilir SM, menunjukkan distribusi nilai tambah stevia yang merata antarpelaku dalam kelompok tani sesuai dengan proses penambahan nilai tambah yang dilakukan. Kemitraan antara Kelompok Tani SAS dan SM mengindikasikan adanya hubungan relasional dengan tingkat kepercayaan yang tinggi. Strategi lead firm yang diterapkan oleh SM mencakup interfirm control dan extrafirm bargaining. Kemitraan ini telah menghasilkan proses peningkatan industrial dalam rantai nilai stevia yang mencakup peningkatan nilai tambah (proses, produk, fungsional, intersektoral), peningkatan akses pasar, serta peningkatan tata kelola. Berdasarkan hasil analisis SWOT dan AHP, strategi keberlanjutan yang dapat diterapkan oleh Kelompok Tani SAS dengan memanfaatkan kemitraan yang ada dengan industri hilir adalah: strategi kualitas (0,658), strategi diversifikasi (0,129), strategi sinergi (0,112), dan strategi divestasi (0,101).