Konstruksi terowongan di Indonesia, termasuk proyek MRT Jakarta, sedang berkembang pesat. Jakarta, yang berada di Pulau Jawa, dekat dengan pertemuan lempeng Indo-Australia dan Eurasia, meningkatkan risiko gempa bumi dan likuifaksi. Likuifaksi terjadi ketika tanah pasir loose yang tersaturasi sepenuhnya menerima beban dinamik, menyebabkan tanah berperilaku seperti cairan dan berpotensi menyebabkan perpindahan uplift pada terowongan yang dapat merusak strukturnya.
Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan uplift pada terowongan, meliputi input motion, kedalaman tertanam, dimensi, bentuk terowongan, jarak antar terowongan, dan kondisi tanah terlikuifaksi sebagian. Selain itu, analisis terkait mekanisme perpindahan uplift yang terjadi akibat meningkatnya excess pore water pressure juga dilakukan. Data tanah berasal dari lokasi MRT Jakarta Glodok – Kota, dan pemodelan dilakukan menggunakan Plaxis 2D dengan model konstitutif PM4Sand, diverifikasi dengan model centrifuge dari penelitian Chian et al. (2014).
Variasi input motion yang digunakan adalah harmonik 0.22g dan 0.1g, serta gempa Benioff dengan PGA bedrock 0.148g. Kedalaman terowongan yang diteliti adalah 5 meter, 7 meter, 15.38 meter (terowongan lingkaran), 15.63 meter (terowongan persegi), dan 17 meter. Dimensi terowongan lingkaran adalah 6.5 meter dan 8 meter, sedangkan terowongan persegi adalah 5.5 meter dan 7 meter. Jarak antar terowongan twin-tunnel adalah 10 meter dan 14 meter.
Hasil menunjukkan bahwa input motion harmonik menghasilkan perpindahan uplift lebih besar dibandingkan gempa Benioff. Semakin dalam terowongan, semakin kecil perpindahan uplift. Dimensi terowongan yang lebih besar menyebabkan perpindahan uplift yang lebih besar. Perpindahan uplift kecil terjadi ketika tanah menyentuh lapisan tak terlikuifaksi. Semakin jauh jarak antar twin-tunnel, semakin besar perpindahan uplift. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk membandingkan bentuk terowongan lingkaran dan persegi secara komprehensif.