digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK - Inda Naomi Br. Pardede
PUBLIC Alice Diniarti

Gedung Laboratorium Teknik VII adalah salah satu fasilitas pendidikan utama di Institut Teknologi Bandung (ITB), digunakan sebagai ruang kuliah dan laboratorium bagi mahasiswa teknik. Dibangun pada tahun 1996, gedung ini dirancang berdasarkan standar gempa yang berlaku saat itu, yaitu SNI 03-1726-1989. Standar tersebut merupakan peraturan gempa yang diterapkan di Indonesia pada akhir abad ke-20, dan dianggap memadai pada masanya. Namun, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan pemahaman yang lebih baik tentang risiko gempa di Indonesia, standar baru seperti SNI 1726:2019 diperkenalkan. Standar ini menetapkan tuntutan keselamatan yang lebih tinggi, untuk memastikan bahwa bangunan mampu bertahan menghadapi gempa yang lebih kuat dan sering terjadi. Bangunan yang dibangun dengan peraturan lama, seperti Labtek VII ITB, perlu dievaluasi menggunakan standar terbaru untuk memastikan apakah masih memenuhi persyaratan keselamatan atau memerlukan rehabilitasi seismik. Evaluasi ini penting karena ketidaksesuaian antara standar lama dan baru dapat menyebabkan gedung tidak mampu bertahan saat terjadi gempa besar, sehingga menimbulkan risiko keselamatan bagi penghuninya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengevaluasi kinerja Gedung Labtek VII ITB terhadap beban gempa sesuai dua standar yang berbeda, yaitu SNI 03-1726-1989 dan SNI 1726:2019. Selain itu, penelitian ini juga merancang strategi rehabilitasi seismik yang tepat menggunakan standar ASCE 41-17 guna meningkatkan ketahanan gedung terhadap gempa. Analisis awal terhadap beban gempa dari kedua standar dilakukan menggunakan metode Linear Static Procedure (LSP). Metode ini memungkinkan evaluasi respons struktur gedung terhadap beban gempa yang diberikan, berdasarkan parameter dari masing-masing standar. Hasil analisis menunjukkan bahwa Gedung Labtek VII ITB memenuhi kriteria SNI 03-1726-1989 saat dibangun. Namun, dengan adanya standar terbaru, yaitu SNI 1726:2019, gedung ini tidak lagi memenuhi kriteria penerimaan, terutama karena perbedaan signifikan dalam periode ulang gempa yang digunakan. SNI 03-1726-1989 menggunakan periode ulang gempa 200 tahun, sementara SNI 1726:2019 menggunakan periode ulang 500 tahun. Perbedaan ini meningkatkan beban gempa yang diharapkan dan menghasilkan gaya geser dasar yang lebih besar, meningkat sebesar 27% dibandingkan standar lama. Peningkatan gaya geser dasar ini menyebabkan perpindahan dan simpangan antar tingkat yang lebih besar, melebihi batas maksimum yang diizinkan oleh SNI 1726:2019, yaitu 1%. Untuk mengatasi kekurangan struktur yang ditemukan, dilakukan rehabilitasi seismik menggunakan metode base isolation. Metode ini dipilih karena kemampuannya mengurangi simpangan antar tingkat dengan meningkatkan fleksibilitas struktur, sehingga mengurangi gaya geser dasar yang diterima bangunan. Base isolation dipasang pada seluruh kolom dasar bangunan, bertujuan meratakan distribusi beban pada struktur. Rehabilitasi seismik kemudian dianalisis menggunakan Nonlinear Dynamic Procedure (NDP) sesuai dengan standar ASCE 41-17. Analisis ini dilakukan pada kondisi gedung sebelum dan sesudah rehabilitasi, yaitu pada kondisi terjepit (eksisting) dan terisolasi (rehabilitasi). Tujuan utama rehabilitasi adalah mencapai Basic Performance Objective for Existing Buildings (BPOE), dengan menggunakan dua tingkat beban gempa: Beban Gempa BSE-1E dengan periode ulang 250 tahun untuk analisis beban servis, dan Beban Gempa BSE-2E dengan periode ulang 1000 tahun untuk analisis beban maksimum. Hasil analisis NDP menunjukkan bahwa penerapan base isolation sangat efektif dalam mengurangi simpangan antar tingkat. Pada gempa BSE-1E, simpangan antar lantai berkurang sebesar 42%, sementara pada gempa BSE-2E penurunan simpangan mencapai 52%. Dengan metode nonlinear dynamic procedure pada struktur dengan base isolation, simpangan antar tingkat untuk BSE-1E dan BSE-2E memenuhi kriteria penerimaan 2%. Pengurangan ini terjadi karena base isolation meningkatkan periode struktur hingga 2,6 kali dibandingkan kondisi struktur terjepit, menggeser respons spektrum ke frekuensi yang lebih rendah, secara signifikan mengurangi gaya geser dasar. Gaya geser dasar menurun sebesar 43,71% pada BSE-1E dan 56,60% pada BSE-2E, mengakibatkan pengurangan gaya elemen, perpindahan lantai, dan simpangan antar tingkat yang lebih kecil. Hasil ini memastikan bahwa Gedung Labtek VII ITB yang terisolasi kini memenuhi kriteria penerimaan yang ditetapkan oleh NDP dan SNI 1726:2019, sehingga lebih aman dalam menghadapi gempa besar di masa depan.