Pertumbuhan populasi menyebabkan lahan di daerah perbukitan (hillside) dimanfaatkan sebagai permukiman. Untuk mengakomodasi pembangunan di daerah ini tanpa modifikasi besar pada topografi, struktur bangunan dirancang sesuai dengan kemiringan tanah. Dua konfigurasi umum yang ditemukan pada bangunan di area perbukitan adalah step-back dan split-foundation. Karena fondasi yang berada pada elevasi berbeda, bangunan hillside memiliki ketidakberaturan massa, kekakuan, dan torsi, yang menghasilkan amplifikasi seismik di daerah uphill. Hal ini menyebabkan bangunan hillside memiliki kerentanan seismik lebih tinggi dibandingkan dengan bangunan di tanah datar (plain ground). Salah satu metode yang digunakan untuk mengurangi kerentanan bangunan hillside adalah pemasangan sistem isolasi dasar tipe High-Damping Rubber Bearing (HDRB). Namun, efektivitas sistem ini perlu dievaluasi melalui analisis performa sebelum dan sesudah pemasangan isolasi dasar, salah satunya melalui evaluasi kerentanan seismik.
Penelitian ini mengkaji empat model bangunan hillside beton bertulang, yaitu dua konfigurasi step-back dan split-foundation, baik dengan maupun tanpa sistem isolasi dasar. Bangunan tersebut dirancang sebagai hunian tempat tinggal berlantai 7 di Kota Bandung dengan kondisi tanah sedang (SD). Desain struktur mengacu pada SNI 1726:2019 dan menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) berdasarkan analisis dinamik linear respons spektrum ragam. Bangunan hillside dengan fondasi konvensional (fixed base) serta yang menggunakan sistem isolasi dasar dievaluasi menggunakan analisis nonlinear riwayat waktu (Nonlinear Time History Analysis/NLTHA) dengan 11 pasang gempa yang telah diskalakan sesuai spektrum respons gempa maksimum MCER menggunakan metode amplitude scaling. Parameter yang dievaluasi meliputi karakteristik dinamik struktur, gaya geser dasar, simpangan antar tingkat, perpindahan total, kerusakan elemen struktur, dan respons sistem isolasi HDRB.
Selanjutnya, dilakukan analisis kerentanan seismik menggunakan Incremental Dynamic Analysis (IDA), dimana 11 pasang ground motion diaplikasikan secara bertahap hingga struktur mengalami kegagalan. Dari hasil IDA, kurva kerentanan seismik setiap model disusun berdasarkan performa struktur sesuai FEMA 356, yaitu Immediate Occupancy (IO), Life Safety (LS), dan Collapse Prevention (CP).
Hasil NLTHA menunjukkan bahwa bangunan hillside dengan isolasi dasar memiliki performa lebih baik, dengan penurunan signifikan pada simpangan antar tingkat dan kerusakan elemen struktur. Hal ini terjadi karena HDRB memperpanjang periode struktur hingga 5 kali lipat dan memberikan redaman tambahan melalui perilaku histeresis isolator. Kurva kerentanan seismik menunjukkan bahwa struktur step-back lebih rentan dibandingkan dengan struktur split-foundation, dengan peningkatan median (probabilitas kegagalan 50%) sebesar 30% untuk arah X dan 25% untuk arah Y. Penggunaan sistem isolasi dasar berhasil menurunkan kerentanan bangunan hillside, dengan peningkatan nilai median (probabilitas kegagalan 50%) sebesar 2,7 kali lipat untuk step-back dan 1,9 kali lipat untuk split-foundation.