Struktur dan bangunan perlu dirancang untuk menghadapi berbagai bencana
eksternal seperti angin kencang, yang dapat menyebabkan kerusakan signifikan. Di
Indonesia, angin kencang sering kali menjadi penyebab utama bencana dengan
dampak luas pada infrastruktur, seperti yang dilaporkan oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
distribusi kecepatan angin ekstrem berdasarkan data kejadian angin kencang dari
BNPB dalam bentuk fragility curve, mengestimasi kecepatan angin yang
menyebabkan kerusakan pada atap Stadion SPOrT Arcamanik, serta mengevaluasi
dan membandingkan kecepatan angin desain pada standar pembebanan angin di
Indonesia dengan hasil analisis.
Data BNPB menunjukkan rentang kecepatan angin antara 3,17 m/s hingga 19,08
m/s. Fragility curve yang dihasilkan dari data ini menunjukkan kecepatan angin
pada probabilitas kerusakan 50% sebesar 7,76 m/s dan pada probabilitas 90%
sebesar 11,46 m/s. Nilai-nilai ini dianggap terlalu kecil dan tidak mencerminkan
kecepatan angin ekstrim yang sebenarnya, kemungkinan disebabkan oleh
kekurangan dalam pencatatan data BNPB seperti ketidakakuratan waktu kejadian,
koordinat yang tidak sesuai, dan pengurangan jumlah data akibat pencatatan
bencana yang kurang memadai di berbagai daerah. Oleh karena itu, disarankan agar
BNPB memperbaiki pencatatan data untuk meningkatkan akurasi informasi yang
diperoleh.
Estimasi kecepatan angin yang menyebabkan kerusakan pada atap Stadion SPOrT
Arcamanik berdasarkan analisis numerik menggunakan ASCE 7-10 adalah 28,5
m/s dan Eurocode 2005 adalah 26,6 m/s. Berdasarkan analisis fragility curve,
kecepatan angin penyebab kerusakan pada probabilitas 50% adalah 22,84 m/s
menurut ASCE 7-10 dan 20,66 m/s menurut Eurocode 2005, sedangkan pada
probabilitas 90% adalah 29,27 m/s menurut ASCE 7-10 dan 26,2 m/s menurut
Eurocode 2005.
Perbandingan kecepatan angin bencana dengan standar pembebanan angin di
Indonesia menunjukkan bahwa kecepatan angin bencana hasil analisis masih
berada dalam rentang kecepatan angin desain SNI 1725-2016, yaitu 25 m/s hingga
35 m/s. Namun, batas bawah SNI 1725-2016 berada di bawah kecepatan angin
bencana, menunjukkan bahwa peraturan ini belum sepenuhnya mengakomodasi
kecepatan angin ekstrem yang terjadi di lapangan. Sementara itu, kecepatan angin
desain dalam PPPURG 1987 (20 m/s hingga 25 m/s) dianggap tidak konservatif
dan tidak mencerminkan kondisi angin ekstrem, sehingga tidak ideal untuk
perancangan struktur. Sebaliknya, HB212-2002 yang menetapkan kecepatan angin
desain 32 m/s (periode ulang 50 tahun) dan 40 m/s (periode ulang 500 tahun)
menunjukkan nilai desain yang lebih tinggi dari hasil studi kasus, sehingga dapat
dianggap sebagai overestimasi.
Rekomendasi kecepatan angin desain yang diajukan dalam pengembangan peta
kecepatan angin desain baru di Indonesia dapat mengakomodasi kecepatan angin
bencana dengan selisih yang tidak terlalu jauh. Rentang yang diusulkan adalah
antara 29,2 m/s hingga 34,7 m/s, yang efektif dalam mengurangi risiko kerusakan
akibat angin.