Di Indonesia, adopsi pendekatan berbasis risiko dalam sistem perizinan mengakibatkan pemberian izin didasarkan pada tingkatan risiko dan ancaman lingkungan eksternal dari suatu kegiatan usaha sehingga tidak seluruh kegiatan usaha wajib memiliki izin. Perizinan berbasis risiko dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko yang diperoleh dari penilaian risiko, namun terdapat ancaman risiko yang belum tercantum dalam indikator penilaian risiko. Melalui penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus yang dilakukan pada penyelenggaraan OSS-RBA di Kementerian Investasi/BKPM untuk melihat bagaimana resiko diidentifikasi dan dikelola. Pengumpulan data dilakukan melalui kajian literatur dan penelusuran dokumen-dokumen terkait regulasi dan kebijakan implementasi OSS-RBA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem OSS-RBA telah berhasil mengintegrasikan penilaian risiko dalam proses perizinan, memungkinkan diferensiasi perizinan berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha. Hal ini menyederhanakan proses perizinan untuk usaha dengan risiko rendah dan menciptakan kerangka pengawasan yang lebih terstruktur dan terorganisir. Namun, terdapat tantangan dalam mengelola risiko yang belum teridentifikasi secara efektif, seperti risiko sosioekonomi yang baru teridentifikasi setelah adanya laporan eksternal. Konsepsi RBA yang dilaksanakan dalam OSS-RBA bertujuan meningkatkan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha melalui penerbitan perizinan yang lebih efektif dan sederhana serta pengawasan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Meskipun sistem OSS-RBA telah dilengkapi dengan kerangka pengawasan komprehensif, diperlukan upaya berkelanjutan untuk mengelola risiko yang belum teridentifikasi dan memastikan sistem pengawasan tetap adaptif dan responsif terhadap perubahan lingkungan regulasi dan kondisi di lapangan.