digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak
PUBLIC Dewi Supryati

Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus akut telah terjadi berulang kali sehingga langkah antisipasi perlu dipersiapkan. Selama pandemi berlangsung tenaga kesehatan harus memakai alat pelindung diri (APD) untuk mengurangi risiko tertular. Namun demikian, penggunaannya menimbukan efek samping berupa ketidaknyamanan termal dan munculnya respon fisiologis yang berlebihan. Penggunaan APD di lingkungan kerja yang panas berpotensi menimbulkan heat stress yang mengakibatkan gangguan kognitif, kelelahan, peningkatan beban kerja, penurunan produktivitas, serta kecelakaan kerja. Beberapa riset telah menginvestigasi dampak negatif penggunaan APD. Namun demikian, belum memberikan informasi yang memadai tentang tingkat heat stress pada penggunaan APD di Indonesia. Intervensi administratif dan engineering dapat memperbaiki ketidaknyamanan termal yang terjadi, namum demikian tidak bisa dilakukan dalam kondisi darurat atau kekurangan tenaga kesehatan. Beberapa penelitian telah memperbaiki ketidaknyamanan termal penggunaan APD dengan memperbaiki desain ensemble APD, namun belum sepenuhnya mengintegrasikan desain ensemble APD, cooling device, dan cooling wear yang cocok untuk derah tropis. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi dan memperbaiki desain ensemble APD untuk penanganan virus sehingga dapat mengurangi ketidaknyamanan termal dan respon fisiologis penggunanya. Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu: Tahap I mengidentifikasi masalah dengan mengevaluasi penggunaan ensemble APD di lingkungan tropis dan dampaknya terhadap ketidaknyamanan termal dan respon fisiologis. Penelitian Tahap II melakukan intervensi untuk mengurangi dampak negatif penggunaan APD dengan memperbaiki desain ensemble APD. Ensemble APD yang dihasilkan diharapkan memenuhi persyaratan teknis dan nyaman dipakai sehingga dapat menunjang kinerja tenaga kesehatan. Studi dilakukan dengan pendekatan eksperimen laboratorium. Penelitian Tahap I dimulai dengan menguji karakteristik teknis dan kenyamanan termal material tekstil APD. Ensemble APD dengan karakteristik terbaik dipakai untuk eksperimen. Dua belas partisipan terlibat dalam eksperimen ini. Partisipan melakukan 3 langkah aklimatisasi dan upaya fisik yang mewakili aktivitas tenaga kesehatan pada saat ii bekerja. Eksperimen dilakukan pada 3 kondisi lingkungan kerja yang terdiri dari: suhu (20 ± 2) oC, suhu (25 ± 2) oC, dan suhu (30 ± 2) oC dengan kelembaban relatif (50 ± 10)%. Parameter yang diukur meliputi kondisi iklim mikro (suhu dan kelembaban), ketidaknyamanan termal (sensasi panas dan sensasi basah), respon fisiologis (suhu inti tubuh, suhu kulit, denyut jantung, konsumsi oksigen, tekanan darah dan intensitas keringat). ANOVA satu arah (p = 0,05) digunakan untuk menganalisis pengaruh kondisi lingkungan terhadap parameter yang diuji. Hasil penelitian tahap I adalah data karakteristik material tekstil, ketidaknyamanan termal dan respon fisiologis yang dijadikan dasar untuk perbaikan desain ensemble APD. Hasil eksperimen Tahap I menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan suhu lingkungan kerja (20 oC, 25 oC dan 30 oC) terhadap suhu dan kelembaban iklim mikro, sensasi ketidaknyamanan panas dan basah, suhu inti tubuh, suhu kulit, denyut jantung, tekanan darah sistolik serta intensitias keringat. Terjadi tren kenaikan tingkat ketidaknyamanan termal dan respon fisiologis dari suhu lingkungan kerja 20 oC sampai 30 oC. Pada suhu lingkungan kerja 30 oC, suhu iklim mikro mendekati 34 oC dan kelembaban relatif mencapai 100%, sensasi ketidaknyamanan panas dan basah mencapai -3 (sangat tidak nyaman), suhu inti tubuh mencapai lebih dari 38 °C, serta denyut jantung tertinggi mencapai 132 bpm. Permasalahan yang terjadi adalah panas tubuh dan keringat terakumulasi di iklim mikro antara tubuh dan pakaian karena tertahan oleh APD yang menutupi hampir seluruh tubuh dan dibuat dari material tekstil yang impermeable. Permasalahan yang terjadi pada penggunaan APD adalah kondisi iklim mikro antara tubuh dan pakaian (suhu dan kelembaban) yang tinggi disebabkan oleh panas tubuh dan uap keringat yang tidak bisa ditransfer ke lingkungan sehingga perlu diintervensi pada penelitian Tahap II. Intervensi pertama memperbaiki desain ensemble APD yang terdiri dari seragam medis dan coverall medis yang memudahkan buang air kecil dan bisa digunakan beberapa kali. Intervensi selanjutnya adalah membuat perangkat untuk menurunkan suhu dan kelembahan iklim mikro. Perangkat pertama adalah cooling wear yang terdiri dari rompi berbahan kain mesh yang dilengkapi phase change material (PCM) suhu 23 oC. Perangkat berikutnya adalah cooling device yang mampu mengalirkan udara bersih terkondisi 23 – 27 oC ke dalam iklim mikro antara tubuh dan pakaian dan membawa panas serta uap keringat ke lingkungan. Hasil uji coba prototipe ensemble APD pada suhu lingkungan 30 oC dan RH 50% menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan penambahan cooling wear dan cooling device terhadap kenyamanan termal dan respon fisiologis. Penambahan cooling wear secara signifikan mampu menurunkan suhu iklim mikro, intensitas keringat serta memperbaiki sensasi ketidaknyamanan panas dan basah tetapi tidak berpengaruh terhadap kelembaban iklim mikro, suhu kulit, suhu inti tubuh, denyut jantung, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, dan konsumsi oksigen. Penambahan cooling device secara signifikan mampu menurunkan suhu dan kelembaban iklim mikro, suhu kulit, suhu inti tubuh, denyut jantung, tekanan darah sistolik, intensitas keringat serta memperbaiki sensasi ketidaknyamanan panas dan basah tetapi tidak berpengaruh terhadap tekanan darah diastolik dan konsumsi oksigen. Berdasarkan analisis di atas bahwa penggunaan cooling device iii memberikan efek lebih baik terhadap kenyamanan penggunaan ensemble APD daripada cooling wear. Implikasi penelitian ini dalam konteks manjemen penanganan penyakit akibat virus terdiri dari: Pertama tersedianya data tingkat ketidaknyamanan termal dan profil respon fisiologis yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan menangani penyakit akibat virus. Kedua tersedianya ensemble APD yang nyaman di lingkungan tropis dapat diproduksi masal dan digunakan tenaga kesehatan sehingga terhindar dari risiko heat stress, bekerja lebih produktif, dan terhindar dari kesalahan. Beberapa riset lanjutan, yaitu: aspek studi kelayakan produksi, aspek pengujian kesesuaian dengan persyaratan tertentu, dan aspek formal perijinan. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan bagi pemangku kepentingan seperti Kementerian Kesehatan, rumah sakit, dan produsen APD untuk penanganan virus berbahaya.