Lahan gambut di Indonesia merupakan salah satu lahan gambut terluas di dunia.
Lahan gambut bermanfaat sebagai penyimpan karbon dan memiliki biodiversitas
yang tinggi. Akan tetapi, lahan gambut berpotensi untuk membahayakan
lingkungan dalam kondisi tidak stabil yang terjadi saat terjadi pelepasan gas
karbon dioksida (CO2) secara bersih. Lahan gambut yang kering akan memiliki
kontak dengan gas oksigen (O2) sehingga menjadi rawan terbakar. Kebakaran ini
terkait erat dengan perubahan penggunaan lahan yang menyebabkan lahan gambut
terdegradasi atau kering sehingga kondisi lahan gambut menjadi tidak stabil.
Untuk mengantisipasi terjadinya kondisi tidak stabil, dapat digunakan indeks
untuk mengukur kondisi lahan gambut, sepertu Normalized Difference Vegetation
Index (NDVI) dan Peat Fire Vulnerability Index (PFVI). PFVI menggunakan
tinggi muka air, kelembapan tanah, curah hujan, dan temperatur maksimum
harian. Karena tinggi muka air dan curah hujan dapat berubah dari waktu ke
waktu dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar, model ruang-waktu
Generalized Space Time Autoregressive (GSTAR) digunakan untuk memprediksi
PFVI. Selain itu, model deret waktu Autoregressive Integrated Moving Average
(ARIMA) juga digunakan untuk memprediksi temperatur maksimum. Dengan
hasil prediksi PFVI dapat diperoleh prediksi risiko kekeringan-kebakaran dari
lahan gambut.
Pemodelan GSTAR terdiri dari enam tahap. Pertama, dilakukan identifikasi orde
model GSTAR dengan memperhatikan pergerakan Space Time Autocorrelation
Function (STACF) dan Space Time Partial Autocorrelation Function (STPACF)
terhadap lag waktu dan spasial. Kedua, dilakukan estimasi parameter model
GSTAR dengan menggunakan metode Kuadrat Terkecil. Ketiga, dilakukan uji
diagnostik berupa uji kestasioneran dengan menggunakan pendekatan Invers
Matriks Autokovariansi (IMAk) dan uji pemenuhan asumsi white noise pada
residual melalui uji Ljung-Box dan Kolmogorov-Smirnov. Keempat, dilakukan
pemilihan model terbaik berdasarkan Mean Square Error (MSE). Kelima,
dilakukan uji kebaikan model yang menguji signifikansi parameter model terbaik.
Keenam, dilakukan prediksi beberapa waktu ke depan dengan model terbaik.
NDVI mengukur tingkat kesehatan vegetasi dengan cara menggunakan radiasi
inframerah dekat (NIR) dan radiasi cahaya merah sedangkan PFVI mengukur risiko kekeringan-kebakaran dengan menggunakan tinggi muka air, kelembapan
tanah, curah hujan, dan temperatur maksimum harian. Untuk mengestimasi
parameter dalam persamaan PFVI, dilakukan fitting nilai PFVI terhadap observed
drought index (DIobs) yang merupakan indeks kekeringan yang hanya bergantung
pada kelembapan tanah. Pada tesis ini, ditambahkan persyaratan bahwa parameter
bernilai positf. Selain itu, dilakukan modifikasi pada PFVI yang awalnya harian
menjadi per tujuh hari.
Pada tesis ini, digunakan Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau,
Provinsi Kalimantan Tengah sebagai daerah observasi. Untuk pemodelan,
digunakan empat titik lokasi lahan gambut yang diberi nama Jabiren, Jabiren2,
Jabiren5, dan Jabiren7. Data yang digunakan merupakan data tinggi muka air,
kelembapan tanah, curah hujan, dan temperatur maksimum harian yang saling
berjarak tujuh hari dari tanggal 20 Februari 2021 sampai dengan tanggal 18 Maret
2023. Pemodelan GSTAR pada tinggi muka air dan curah hujan menghasilkan
model terbaik untuk kedua variabel, yaitu secara berturut-turut GSTAR(1;2)
dengan matriks bobot invers jarak dan GSTAR(1;0). Hal ini menandakan bahwa
tinggi muka air suatu lokasi dipengaruhi oleh semua lokasi lainnya sedangkan
curah hujan suatu lokasi hanya dipengaruhi oleh lokasi itu sendiri. Pemodelan
ARIMA pada temperatur maksimum harian menghasilkan model terbaik, yaitu
ARIMA(0,0,0). Hal ini menandakan bahwa taksiran temperatur maksimum akan
konstan. Dengan melakukan fitting PFVI terhadap DIobs melalui metode
optimisasi Nelder-Mead, diperoleh estimasi parameter PFVI yang selanjutnya
digunakan untuk prediksi PFVI. Dengan menggunakan hasil prediksi tinggi muka
air, curah hujan, dan temperatur maksimum, dilakukan prediksi PFVI untuk lima
minggu ke depan. Selanjutnya, nilai PFVI pada keempat titik lokasi digunakan
untuk membuat peta kontur PFVI pada sebagian daerah dari Kecamatan Jabiren
Raya. Untuk lima minggu ke depan, diperoleh prediksi bahwa daerah sekitar
Jabiren dan Jabiren5 memiliki risiko kekeringan-kebakaran yang rendah
sedangkan daerah sekitar Jabiren2 dan Jabiren7 memiliki risiko kekeringankebakaran yang tinggi. Peta kontur ini kemudian dibandingkan dengan
kemunculan titik panas pada tanggal 15 Mei 2021 dan 3 Desember 2022.
Ditemukan adanya kontradiksi dari hasil pemetaan PFVI yang menyatakan bahwa
daerah observasi yang dekat dengan titik panas memiliki risiko kebakaran yang
rendah. Maka, nilai PFVI belum tentu dapat menangkap munculnya titik panas.
Selain itu, peta kontur PFVI juga dibandingkan dengan kontur NDVI. Dari
perbandingan tersebut, ditemukan bahwa kerapatan tajuk yang lebat menurut
NDVI masih mungkin memiliki risiko kebakaran yang tinggi.