Indonesia telah mendeklarasikan komitment di Perjanjian Paris (COP21) untuk
memerangi perubahan iklim akibat emisi karbon yang berlebihan dengan
membatasi rata-rata kenaikan suhu dunia 1,5 oC di atas level pra-industri, dan
Indonesia menyampaikan target NDC pertama di tahun 2030 sebesar 29%
pengurangan gas rumah kaca. Target ini kemudian diterjemahkan menjadi target
energi terbarukan dalam RUPTL 2021 – 2030 dimana PLTS sebesar 4,68 GW.
Walaupun potensi energi surya yang sangat besar di Indonesia mencapai 208 GW
di dalam RUEN atau bahkan lebih besar lagi, mencapai 559 GWp menurut
kementrian ESDM, total kapasitas terpasang PLTS atap sangat kecil dan jauh
dari target 3,6 GW di Indonesia di tahun 2025 atau target RUPTL 4,68 GW.
Perkembangan PLTS atas di perumahan termasuk situasi yang kompleks yang
melibatkan banyak pemangku kepentigan dengan kepentingan masing-masing.
Studi ini menggunakan pendekatan system dinamik untuk mengembangkan sebuah
model penilaian untuk mengevaluasi dampak dari kebijakan terhadap adopsi PLTS
atap perumahan. Studi literatur, analisa pemangku kepentingan, dan Analisa
PESTEL dilakukan untuk mengidentifikasi variabel-variabel potensial yang
berhubungan dengan perkembangan PLTS atap dan membuat rich picture diagram
untuk memahami hubungan antar variabel. Data primer dikumpulkan melalui
wawancara dari beberapa pemangku kepentingan, sedangkan data sekunder
dikumpulkan melalui makalah atau jurnal, laporan resmi pemerintah, atau
laporan NGO. 16 variabel kunci teridentifikasi berdasarkan pengumpulan data,
lalu CLD dikembangkan menggunakan variabel-variabel tersebut. CLD lalu
ditransformasikan menjadi SFD menggunakan software Vensim PLE 10.1.3, yang
juga digunakan untuk mensimulasikan beberapa scenario kebijakan terkait adopsi
PLTS atap perumahan dan pengurangan emisi CO2. Sepuluh skenario
disimulasikan dalam studi ini melibatkan tiga kelompok intervensi: tarif net
metering awal, pengurangan biaya awal PLTS atap, batas atas ROI, dan
kombinasi tarif net metering awal dan pengurangan biaya awal PLTS atap.
Studi ini berdasarkan PERMEN ESDM No. 49/2018, yang memberlakukan skema
net metering dengan faktor pengali 65% untuk surplus listrik yang diekspor ke
dalam grid PLN. Walaupun peraturan terbaru, PERMEN ESDM No. 02/2024,
telah diberlakukan baru-baru ini, namun, tidak dipertimbangkan dalam studi ini.
Struktur dari model divalidasi melalui wawancara dengan beberapa pemangku
kepentingan, dan membandingkan dengan keadaan sesungguhnya, dan sifat dari
model divalidasi dengan membandingan data aktual antara tahun 2018 dan 2021
dengan hasil prediksi dari model. Sepuluh skenario disimulasikan antara tahun
v
2022 dan 2030, dengan hasil prediksi pemasangan PLTS atap di tahun 2030
antara 2,74 GW – 7,72 GW. Angka ini artinya PLTS atap memiliki potensi untuk
memenuhi target PLTS di dalam RUPTL 2021-2030. Kombinasi antara tarif net
metering 80% dan pengurangan 30% biaya awal PLTS atap memiliki potensi
instalasi tertinggi, potensi pengurangan emisi CO2 tertinggi, dan biaya akumulasi
kebijakan terendah di tahun 2030. Studi ini dapat bermanfaat sebagai salah satu
referensi oleh pembuat kebijakan di Indonesia untuk memformulasikan kebijakan
yang optimal dalam mendorong pertumbuhan PLTS atap, dimana hasil simulasi
memperlihatkan bahwa PLTS atap dengan intervensi yang tepat dapat memenuhi
target PLTS atap pemerintah di tahun 2030.