2021 DS PP Fitriani Tupa R. Silalahi [39017014] - Full Text.pdf
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa 2021 DS PP Fitriani Tupa R. Silalahi [39017014] - Abstract.pdf
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa 2021 DS PP Fitriani Tupa R. Silalahi [39017014] - List of Contents.pdf
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa 2021 DS PP Fitriani Tupa R. Silalahi [39017014] - Chapter 1.pdf
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa 2021 DS PP Fitriani Tupa R. Silalahi [39017014] - Chapter 2.pdf
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa 2021 DS PP Fitriani Tupa R. Silalahi [39017014] - Chapter 3.pdf
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa 2021 DS PP Fitriani Tupa R. Silalahi [39017014] - Chapter 4.pdf
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa 2021 DS PP Fitriani Tupa R. Silalahi [39017014] - Chapter 5.pdf
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa 2021 DS PP Fitriani Tupa R. Silalahi [39017014] - Chapter 6.pdf
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa 2021 DS PP Fitriani Tupa R. Silalahi [39017014] - Chapter 7.pdf
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa 2021 DS PP Fitriani Tupa R. Silalahi [39017014] - References.pdf
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa
Seiring dengan isu pemanfaatan energi terbarukan di seluruh dunia, Indonesia juga mendukung penggunaan bahan bakar nabati dengan menerapkan mandate pencampuran biodiesel dengan bahan baku berasal dari kelapa sawit dengan bahan bakar solar sebesar 20% (B20) di semua sektor pada tahun 2018, dilanjutkan dengan B30 pada tahun 2020 dan direncanakan akan ditingkatkan menjadi B40 pada tahun 2022. Namun, untuk mencapai mandate tersebut dibutuhkan dana yang cukup untuk mendukung pelaksanaan kebijakan dan kapasitas pabrik biodiesel yang mencukupi.
Dukungan finansial penting untuk program biodiesel karena harga biodiesel yang cenderung tidak bersaing dengan harga solar. Oleh karena itu, badan khusus bernama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bertanggungjawab untuk mendukung pendanaan program tersebut. Dana yang tersedia di BPDPKS diperoleh dari pungutan yang dikenakan pada setiap produk kelapa sawit yang diekspor. Namun peningkatan pelaksanaan mandatori ini menyebabkan konsumsi minyak sawit dalam negeri meningkat secara signifikan, sehingga penurunan ekspor minyak sawit membuat ketersediaan dana pendukung untuk program biodiesel menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Selain itu, peningkatan mandatori biodiesel berarti konsumsi biodiesel yang lebih besar yang menyebabkan BPDPKS mengeluarkan lebih banyak dana untuk membayar selisih harga. Persoalan penting lainnya adalah mandate yang diterapkan oleh pemerintah mendorong kapasitas industri biodiesel harus ditambahkan. Untuk memenuhi kebijakan B20 pada tahun 2020, kapasitas terpakai industry biodiesel sudah mencapai 80% dari kapasitas terpasang. Hal ini membutuhkan penambahan kapasitas untuk dapat memenuhi penambahan mandate B40 pada tahun 2022 dan memenuhi permintaan biodiesel dari luar negeri.
Memahami isu dan keunggulan energi terbarukan yang signifikan, penelitian ini akan mendukung program pemanfaatan biodiesel di Indonesia. Oleh karena itu, disertasi ini bertujuan untuk melakukan eksplorasi desain yang sesuai untuk mendukung program mandate biodiesel baik dari segi desain kebijakan pendanaan maupun desain rantai pasok untuk meminimalkan biaya sesuai dengan tantangan yang dihadapi saat ini. Untuk mencapai tujuan tersebut, empat pertanyaan penelitian dirumuskan. Pertanyaan penelitian pertama mengeksplorasi mengenai manfaat, tantangan dan peluang untuk pengembangan biodiesel. Studi literatur dan interview dengan pakar dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian pertama ini. Pertanyaan penelitian kedua berfokus pada eksplorasi kebijakan untuk mendukung pendanaan biodiesel sehingga kebijakan biodiesel dapat terus dilanjutkan. Metode sistem dinamik dipakai untuk melakukan simulasi skenario kebijakan dalam rangka mendukung keberlanjutan program biodiesel. Pertanyaan penelitian ketiga dan keempat berfokus pada optimasi rantai pasok campuran biodiesel-petroleum diesel. Model yang dihasilkan tidak akan memaksimalkan keuntungan di satu wilayah saja, melainkan untuk meminimumkan biaya rantai pasok biodiesel keseluruhan untuk kesejahteraan daerah. Pengembangan model juga menganalisis parameter penting yang mempengaruhi biaya final. Masalah yang dibahas dinyatakan dengan pemograman linear integer campuran (MILP) dengan proses optimasi menggunakan solver CPLEX.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa peningkatan kapasitas produksi minyak sawit belum cukup untuk menyukseskan program pemerintah. Simulasi menunjukkan bahwa dari sisi pendanaan, program biodiesel akan berjalan optimal jika dua prasyarat terpenuhi; pertama, kebijakan retribusi yang diterapkan tidak bergantung pada harga minyak sawit mentah (CPO) dan kedua, pemberian insentif dibatasi hanya pada yang disyaratkan oleh Public Service Obligation (PSO) yang berlaku. Dari sisi rantai pasok biodiesel, diperoleh bahwa untuk dapat memenuhi kebutuhan biodiesel dalam negeri dengan biaya rantai pasok minimum, kapasitas industri biodiesel dapat dikembangkan pada daerah Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur dengan TBBM yang optimal berada pada 23 titik.