Penelitian ini mengeksplorasi peran ruang dalam mendukung pembelajaran sosial
anak-anak di kampung pemulung di Jakarta Timur, di mana kondisi kemiskinan
menghambat akses mereka terhadap pendidikan dan sumber daya yang diperlukan
untuk meningkatkan taraf hidup di masa depan. Salah satu bentuk intervensi yang
dilakukan adalah melalui Rumah Belajar ERBE, yang berfungsi sebagai pusat
pembelajaran bagi anak-anak untuk mengembangkan potensi diri melalui interaksi
sosial di ruang-ruang informal.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, berlandaskan pada teori
Pembelajaran Sosial dari Bandura dan teori Elemen Pembentuk Ruang dari Unwin.
Lokasi penelitian mencakup tiga ruang utama: Saung Belajar ERBE, TPU Pondok
Kelapa, dan lapangan. Subjek penelitian terdiri dari 13 anak berusia 5-15 tahun
serta dua mentor yang berperan dalam kegiatan pembelajaran. Pengumpulan data
dilakukan melalui observasi dan wawancara untuk mengevaluasi bagaimana
affordances dari ruang-ruang informal ini mendukung pembelajaran sosial dan
membentuk keterikatan anak terhadap tempat (sense of place).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak terlibat dalam 27 jenis aktivitas
sosial, dengan Saung Belajar ERBE menjadi ruang yang paling dinamis karena
memungkinkan modifikasi untuk berbagai jenis aktivitas. Sebaliknya, kuburan dan
lapangan memiliki affordances yang lebih terbatas. Aktivitas-aktivitas ini
dikelompokkan ke dalam lima kategori: Kelas TPA, Acara Besar, Adaptif, Kreatif,
dan Eksploratif. Melalui aktivitas di ruang-ruang informal ini, anak-anak tidak
hanya mengembangkan keterampilan praktis, tetapi juga memperkuat modal sosial
mereka, seperti membangun jaringan sosial dan mendapatkan dukungan dari
komunitas.
Meskipun adaptasi anak-anak terhadap keterbatasan ruang menunjukkan kreativitas
dan ketahanan yang positif, terdapat potensi dampak negatif jika tidak diiringi
dengan pemahaman yang memadai terkait etika, terutama dalam konteks bermain
di area kuburan. Hubungan anak dengan elemen-elemen ruang menunjukkan
adanya affordances nyata dan persepsi affordances, di mana anak-anak
memanfaatkan ruang sesuai dengan fungsinya atau memodifikasinya untuk
memenuhi kebutuhan mereka.
Kesimpulannya, penelitian ini menegaskan pentingnya penyediaan ruang terbuka
yang inklusif dan aman untuk mendukung perkembangan kognitif, mental, dan
sosial anak-anak dari keluarga miskin. Model intervensi seperti Rumah Singgah
diharapkan dapat memberikan dampak positif jangka panjang bagi anak-anak di
lingkungan marginal. Penelitian ini memberikan wawasan penting mengenai
bagaimana ruang informal dapat berfungsi sebagai tempat pembelajaran sosial yang
signifikan, serta dampaknya terhadap peningkatan modal sosial-budaya anak-anak.