digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penelitian ini mengeksplorasi peran ruang dalam mendukung pembelajaran sosial anak-anak di kampung pemulung di Jakarta Timur, di mana kondisi kemiskinan menghambat akses mereka terhadap pendidikan dan sumber daya yang diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup di masa depan. Salah satu bentuk intervensi yang dilakukan adalah melalui Rumah Belajar ERBE, yang berfungsi sebagai pusat pembelajaran bagi anak-anak untuk mengembangkan potensi diri melalui interaksi sosial di ruang-ruang informal. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, berlandaskan pada teori Pembelajaran Sosial dari Bandura dan teori Elemen Pembentuk Ruang dari Unwin. Lokasi penelitian mencakup tiga ruang utama: Saung Belajar ERBE, TPU Pondok Kelapa, dan lapangan. Subjek penelitian terdiri dari 13 anak berusia 5-15 tahun serta dua mentor yang berperan dalam kegiatan pembelajaran. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara untuk mengevaluasi bagaimana affordances dari ruang-ruang informal ini mendukung pembelajaran sosial dan membentuk keterikatan anak terhadap tempat (sense of place). Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak terlibat dalam 27 jenis aktivitas sosial, dengan Saung Belajar ERBE menjadi ruang yang paling dinamis karena memungkinkan modifikasi untuk berbagai jenis aktivitas. Sebaliknya, kuburan dan lapangan memiliki affordances yang lebih terbatas. Aktivitas-aktivitas ini dikelompokkan ke dalam lima kategori: Kelas TPA, Acara Besar, Adaptif, Kreatif, dan Eksploratif. Melalui aktivitas di ruang-ruang informal ini, anak-anak tidak hanya mengembangkan keterampilan praktis, tetapi juga memperkuat modal sosial mereka, seperti membangun jaringan sosial dan mendapatkan dukungan dari komunitas. Meskipun adaptasi anak-anak terhadap keterbatasan ruang menunjukkan kreativitas dan ketahanan yang positif, terdapat potensi dampak negatif jika tidak diiringi dengan pemahaman yang memadai terkait etika, terutama dalam konteks bermain di area kuburan. Hubungan anak dengan elemen-elemen ruang menunjukkan adanya affordances nyata dan persepsi affordances, di mana anak-anak memanfaatkan ruang sesuai dengan fungsinya atau memodifikasinya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kesimpulannya, penelitian ini menegaskan pentingnya penyediaan ruang terbuka yang inklusif dan aman untuk mendukung perkembangan kognitif, mental, dan sosial anak-anak dari keluarga miskin. Model intervensi seperti Rumah Singgah diharapkan dapat memberikan dampak positif jangka panjang bagi anak-anak di lingkungan marginal. Penelitian ini memberikan wawasan penting mengenai bagaimana ruang informal dapat berfungsi sebagai tempat pembelajaran sosial yang signifikan, serta dampaknya terhadap peningkatan modal sosial-budaya anak-anak.