digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ADE MAYA SARI ABSTRAK
PUBLIC Open In Flip Book Dwi Ary Fuziastuti

Pandemi COVID-19 menyebabkan gangguan signifikan pada sistem layanan kesehatan karena adanya lockdown dan kebijakan-kebijakan lainnya, sehingga berdampak pada vaksinasi dan penanganan kasus difteri. Sebagai konsekuensi dari gangguan ini, banyak negara mengalami kebangkitan atau peningkatan kasus difteri. Provinsi Jawa Barat di Indonesia diidentifikasi sebagai salah satu daerah berisiko tinggi difteri, mengalami tren peningkatan kasus dari tahun 2021 hingga 2023. Untuk menganalisis situasi tersebut, dikembangkan model SIR yang mengintegrasikan vaksinasi DPT dan booster untuk menentukan dasar nomor reproduksi, parameter penting untuk penyakit menular. Melalui analisis spasial data georeferensi, diidentifikasi titik api dan menjelaskan penyebaran klusterisasi kasus difteri. Perhitungan R0 yang merupakan indikasi sebagai adanya potensi tersebarnya penyakit difteri menghasilkan nilai R0 sebesar 1, 17 yang menunjukkan potensi terjadinya wabah difteri di Jawa Barat. Untuk mengendalikan peningkatan kasus, salah satu pendekatan yang mungkin dilakukan adalah dengan meningkatkan cakupan vaksinasi booster dari saat ini 64, 84% menjadi 69%. Lebih lanjut, analisis spasial menunjukkan bahwa klaster titik panas (yang berpotensi sebagai titik endemi) terdapat di wilayah barat, tengah, dan selatan sehingga menimbulkan risiko tinggi tidak hanya di wilayah padat penduduk tetapi juga di wilayah pedesaan. Pola difusi klaster difteri menunjukkan pola penyebaran yang menular. Memahami tren peningkatan kasus difteri dan distribusi geografisnya dapat memberikan wawasan penting bagi pemerintah dan otoritas kesehatan untuk mengelola jumlah kasus difteri dan membuat keputusan mengenai strategi pencegahan dan intervensi terbaik.