digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak Apriyulia [27022004]
PUBLIC Noor Pujiati.,S.Sos

Seni pertunjukan tari Lukah Gilo di Dusun Semabu merupakan produk kebudayaan yang mengalami pewarisan sekaligus perubahan hingga sekarang. Awalnya bersifat ritual sakral untuk mengungkapkan rasa syukur kepada roh leluhur pada saat memanen dan menanam padi, menjadi tari adat dalam upacara siklus kehidupan manusia dan saat ini menjadi seni yang bersifat profan. Kekhasan dari seni pertunjukan ini yaitu adanya unsur magis yang meliputinya sehingga lukah menjadi menggila dan tak terkendali. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bentuk visualisasi Lukah Gilo, selain itu dapat menjelaskan posisinya dalam seni pertunjukan tradisi di Indonesia, serta mengetahui perubahan yang terjadi dalam fungsi, estetika dan nilai filosofis dalam masyarakat pendukungnya. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan etnografi Spradley melalui tiga wujud kebudayaan Koentjaraningrat, yang penafsiran pola budayanya menggunakan estetika paradoks Jakob Sumardjo serta akulturasi budaya. Hasil analisis menunjukkan bahwa bentuk visualisasi Lukah Gilo menyerupai manusia yang terbagi atas tiga struktur kosmologi yaitu dunia atas, tengah dan bawah. Visualisasinya memiliki nilai estetis yang unik karena bersifat paradoks antara simbol laki-laki dan perempuan, artinya bahwa Lukah Gilo memiliki nilai yang sakral dalam pertunjukannya. Meskipun struktur bentuk tidak banyak berubah, fungsi dan kostum yang digunakan telah mengalami perubahan, hal ini terjadi dipengaruhi oleh pola budaya yang melingkupinya yaitu pola tiga pada masyarakat peladang dan pola lima pada masyarakat sawah. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa nenek moyang masyarakat Melayu di Dusun Semabu telah lama memahami sistem kosmologi alam semesta yang bersifat paradoks Tunggal dan Plural dalam kehidupannya.