Pertumbuhan penduduk yang cepat dan keterbatasan lahan di Kawasan Perkotaan
Inti Cekungan Bandung berdampak pada kesulitan pengaturan terhadap permintaan
hunian yang mudah dijangkau dan memicu peningkatan harga hunian di pusat kota.
Hal tersebut jika tidak dibatasi akan mengakibatkan urban sprawl, dan timbul
kesulitan bagi generasi milenial di kawasan Perkotaan Inti Cekungan Bandung
(Kota Bandung dan Kota Cimahi) untuk memiliki hunian dikarenakan mahalnya
pertukaran antara harga lahan untuk hunian di pusat kota dengan biaya transportasi.
Diperlukan penyesuaian hunian melalui penyediaan yang sesuai dengan persepsi
dan preferensi generasi milenial. Metode yang digunakan adalah analisis konjoin,
yang memungkinkan identifikasi atribut hunian yang paling mempengaruhi pilihan
generasi milenial. Analisis konjoin memungkinkan memahami bagaimana generasi
milenial memprioritaskan berbagai aspek hunian, seperti lokasi, fasilitas,
aksesibilitas, harga, keamanan dan legalitas dalam pengambilan keputusan mereka.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa generasi milenial di Kawasan Perkotaan
Inti Cekungan Bandung memiliki preferensi terhadap hunian tapak sebesar 88%
dan hunian vertikal sebesar 12% dengan berlokasi di kawasan pusat kota hingga
kawasan transisi. Faktor utama yang mempengaruhi preferensi ini adalah
kemudahan akses ke fasilitas perbelanjaan dan transportasi umum. Lokasi potensial
yang diidentifikasi di pusat kota meliputi kelurahan Kebon Jeruk, Citarum, Balong
Gede, dan Braga. Sedangkan untuk kawasan transisi, lokasi potensial mencakup
kelurahan Cisaranten Kulon, Sukamiskin, Karang Anyar, Pamoyanan, Dago, Lebak
Gede, Turangga, Malabar, dan Pasteur. Preferensi ini menunjukkan keinginan
generasi milenial untuk tinggal di lokasi yang strategis dengan akses mudah ke
berbagai kebutuhan sehari-hari serta fasilitas umum. Generasi milenial
menunjukkan kecenderungan untuk memilih hunian yang memadukan kemudahan
aksesibilitas dengan keberadaan fasilitas pendukung yang memadai. Keberadaan
transportasi umum yang efisien dan fasilitas perbelanjaan yang dekat menjadi
faktor kunci dalam keputusan mereka memilih tempat tinggal. Fasilitas
perbelanjaan yang dekat memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari dengan lebih mudah, sementara transportasi umum yang efisienii
memungkinkan mobilitas yang lebih baik dalam dan luar kota. Hal ini
mencerminkan pentingnya integrasi antara hunian dan infrastruktur kota dalam
menciptakan lingkungan yang mendukung gaya hidup generasi milenial yang
modern dan dinamis.
Penelitian ini menunjukkan bahwa konsep kota kompak yang dirancang dengan
mempertimbangkan preferensi generasi milenial dapat meningkatkan kualitas
hidup urban serta mendorong perkembangan kota yang lebih terintegrasi. Kota
kompak menawarkan solusi untuk mengatasi tantangan urbanisasi seperti
kemacetan lalu lintas, dan polusi. Dengan mengadopsi konsep ini, kota dapat
menyediakan hunian yang efisien dalam penggunaan ruang dan sumber daya, serta
mendukung mobilitas yang ramah lingkungan. Hasil penelitian ini memberikan
panduan praktis bagi perencana kota dan pengembang properti dalam merancang
hunian yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi generasi milenial. Selain itu,
temuan ini juga berkontribusi pada pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana
mengintegrasikan kebutuhan hunian modern dengan prinsip pembangunan kota
kompak. Dengan demikian, penelitian ini memberikan wawasan penting untuk
pengembangan strategi pembangunan kota yang dapat mengakomodasi kebutuhan
generasi milenial sekaligus mempromosikan konsep kota kompak yang terintegrasi.