Konsep hunian vertikal menjadi solusi atas permasalahan kebutuhan tempat tinggal akibat pertumbuhan populasi yang tinggi dan keterbatasan lahan yang tersedia di Jakarta. Pemanfaatan lahan yang terbatas menghasilkan hasil desain arsitek dalam memanfaatkan ruang tidak hanya mempertimbangkan fungsi dari suatu bangunan tetapi dengan seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menghasilkan berbagai bentuk model desain. Hal tersebut mempengaruhi perilaku serta kinerja struktur dalam menerima beban, khususnya beban gempa yang cukup kuat seperti di Indonesia. Seiring perkembangannya, terdapat perubahan konsekuensi akibat ketidakberaturan struktur bangunan, seperti yang diatur pada ASCE 7-22. Namun, saat ini belum terdapat penyesuaian pada SNI Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung yang digunakan di Indonesia mengenai perubahan tersebut. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui perubahan yang terjadi dan bagaimana konsekuensinya terhadap proses perencanaan suatu bangunan. Tugas Akhir ini bertujuan menganalisis perbandingan hasil kinerja struktur akibat penerapan konsekuensi ketidakberaturan torsi berdasarkan SNI 1726:2019 dan ASCE 7-22. Struktur dirancang menggunakan sistem ganda, yaitu SRPMK (Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus) dan SDSK (Sistem Dinding Struktural Khusus). Kemudian, analisa kinerja dilakukan dengan metode pushover untuk mengetahui perbandingan level kinerja antara kedua model tersebut. Kesimpulannya, kedua model struktur menghasilkan level kinerja Immediate Occupancy (IO) untuk kinerja global. Pada kinerja lokal, model struktur SNI 1726:2019 menghasilkan level kinerja Immediate Occupancy (IO). Sedangkan, model ASCE 7-22 menghasilkan level Life Safety (LS) pada kinerja lokal.