Pembangunan infrastruktur di Indonesia merupakan aspek kunci dalam
mempercepat pertumbuhan dan pemerataan ekonomi nasional. Berdasarkan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024,
pemerintah Indonesia membutuhkan total investasi sebesar Rp 6.445 triliun untuk
merealisasikan rencana pembangunan infrastruktur. Namun, kemampuan
pemerintah untuk membiayai pembangunan tersebut melalui APBN dan APBD
hanya sebesar Rp 2.385 triliun atau 37% dari total kebutuhan. Dengan demikian,
terdapat gap pembiayaan sebesar Rp 2.707 triliun yang perlu dijembatani.
Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, pemerintah telah memanfaatkan berbagai
sumber alternatif pembiayaan, salah satunya adalah Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN). Sejak pertama kali digunakan untuk pembiayaan proyek infrastruktur pada
tahun 2013, penerbitan SBSN menunjukkan tren peningkatan signifikan.
Berdasarkan data Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dari tahun 2013
hingga 2023, jumlah penerbitan SBSN meningkat dari Rp 777,8 miliar pada tahun
2013 menjadi Rp 34,348 triliun pada tahun 2023. Peningkatan ini menunjukkan
bahwa SBSN telah menjadi salah satu instrumen pembiayaan yang signifikan dalam mendukung pembangunan infrastruktur di Indonesia. Dengan total penerbitan yang
semakin meningkat setiap tahunnya, SBSN tidak hanya berperan dalam
mengurangi kesenjangan pembiayaan tetapi juga membuktikan diri sebagai
alternatif pembiayaan yang efektif dan dapat diandalkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi
pemanfaatan SBSN sebagai sumber pembiayaan proyek infrastruktur di Indonesia
dan menentukan faktor-faktor kunci yang memiliki dampak terbesar terhadap
pemanfaatan tersebut. Metode penelitian yang digunakan meliputi studi literatur
melalui publikasi pemerintah, laporan keuangan, dan jurnal ilmiah, serta survei
melalui penyebaran kuesioner dan wawancara dengan stakeholder SBSN di
Indonesia. Analisis dilakukan dengan pendekatan SWOT (Strengths, Weaknesses,
Opportunities, and Threats) untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman dalam pemanfaatan SBSN.
Berdasarkan literatur, terdapat 34 faktor yang memengaruhi pemanfaatan SBSN: 9
faktor kekuatan (Strengths), 5 faktor kelemahan (Weaknesses), 12 faktor peluang
(Opportunities), dan 8 faktor ancaman (Threats). Melalui penyebaran kuesioner
untuk mengetahui relevansi faktor-faktor yang sudah diperoleh terhadap aspekaspek
SWOT, dan berdasarkan serangkaian proses perhitungan, faktor-faktor
tersebut diringkas menjadi 25 faktor: 9 faktor kekuatan, 1 faktor kelemahan, 11
faktor peluang, dan 4 faktor ancaman.
Dari 25 faktor yang diidentifikasi, dilakukan penyebaran kuesioner kembali untuk
menentukan faktor-faktor yang paling berpengaruh berdasarkan sudut pandang
responden, kemudian analisis Pareto digunakan untuk menentukan faktor-faktor
kunci yang paling signifikan. Melalui analisis Pareto, ditemukan bahwa dari 9
faktor kekuatan, 6 faktor memiliki dampak terbesar; dari 1 faktor kelemahan, faktor
tersebut tetap signifikan; dari 11 faktor peluang, 7 faktor memiliki dampak terbesar; dan dari 4 faktor ancaman, 3 faktor memiliki dampak terbesar. Faktor-faktor kunci
ini mencakup karakteristik intrinsik SBSN, kebijakan internal pemerintah,
kapasitas dan kompetensi lembaga yang terlibat dalam pemanfaatan SBSN sebagai
sumber pembiayaan proyek atau kegiatannya.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa meskipun SBSN telah menjadi
instrumen pembiayaan yang signifikan, masih terdapat beberapa faktor yang perlu
ditingkatkan untuk memaksimalkan pemanfaatannya. Penelitian ini memberikan
rekomendasi bagi pembuat kebijakan untuk meningkatkan struktur kebijakan
internal, meningkatkan kapasitas lembaga terkait, serta memperkuat stabilitas
makroekonomi guna meningkatkan efektivitas pemanfaatan SBSN. Implementasi
kebijakan yang lebih terstruktur dan peningkatan kompetensi lembaga terkait
diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan dana SBSN dan mengurangi
kesenjangan antara anggaran dan realisasi penyerapan dana.