digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak - Davin Ridho Alfath
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

Kecamatan Kelumbayan merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Provinsi Lampung, Pulau Sumatera, Indonesia, yang menyimpan keindahan laut dan pantai sebagai daya tarik wisatawan. Namun, letak Kecamatan Kelumbayan yang berada di sekitar zona subduksi Samudera Hindia membuat wilayah ini rawan terhadap tsunami akibat gempa bawah laut yang dihasilkan dari pertemuan Lempeng Indo- Australia dan Lempeng Euro-Asia. Merujuk pada kasus tsunami Aceh pada tahun 2004, potensi kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana tsunami dari zona subduksi di selatan Sumatera sangat besar, dengan korban jiwa yang banyak dan kerugian material yang sangat besar. Studi kasus potensi tsunami di Kecamatan Kelumbayan perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui tinggi muka air maksimum gelombang tsunami dan waktu tiba di daratan, serta perencanaan mitigasi yang dapat dirumuskan. Penjalaran gelombang tsunami disimulasikan dengan menggunakan perangkat Delft3D. Kejadian tsunami yang pernah terjadi ditinjau dari katalog tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Untuk mengkaji hal ini lebih lanjut, potensi gempa magnitudo maksimum yang disebabkan oleh pertemuan dua lempeng tektonik di sekitar lokasi penelitian ditentukan ii berdasarkan tiga skenario mekanisme segmen sesar (Sesar Enggano, Sesar Selat Sunda Banten, dan kombinasi kedua sesar) yang menyebabkan gempa bumi dengan mengacu pada Peta Sumber dan Bahaya Gempa Bumi Indonesia tahun 2017 (PUSGEN 2017). Perbandingan nilai magnitudo tiga skenario mekanisme gempa akibat patahan segmen dilakukan untuk menentukan nilai magnitudo terbesar atau terparah yang mampu menyebabkan gelombang tsunami tertinggi. Berdasarkan data gempa bumi pada PUSGEN 2017 dan persamaan empiris yang digunakan oleh BMKG, gempa yang dibangkitkan oleh gabungan segmen Sesar Enggano dan segmen Sesar Selat Sunda Banten diprediksi membangkitkan gempa berkekuatan 9,1 Mw. Gempa tersebut akan digunakan sebagai input utama dalam memodelkan propagasi gelombang tsunami. Pemodelan propagasi gelombang tsunami pada Delft3D juga dipengaruhi oleh bentuk dan kedalaman dasar laut yang berpengaruh terhadap kecepatan dan ketinggian gelombang ketika mencapai daratan. Dalam hal ini, data yang digunakan untuk merepresentasikan kedalaman dasar laut adalah data batimetri GEBCO 08 dan data Batimetri Nasional (BATNAS), sedangkan data ketinggian daratan yang digunakan adalah data DEM Nasional (DEMNAS). Modifikasi data kedalaman dasar laut dan ketinggian daratan dilakukan terhadap setiap detail model berdasarkan metode Nesting Grid pada grid 1, grid 2, grid 3, dan grid 4. Model dengan pembangkitan gempa 9,1 Mw menghasilkan ketinggian gelombang di daratan secara global sebesar 2,7 meter. Pada titik tinjauan lokasi pemukiman yang ada di sekitar Teluk Kiluan, nilai rataan ketinggian gelombang dapat mencapai 3,3 meter dengan waktu kedatangan gelombang ke daratan terjadi pada menit ke-46 setelah gempa bumi terjadi. Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) Nomor 2 Tahun 2012, ketinggian gelombang yang lebih dari 3 meter dikategorikan sebagai kelas indeks ancaman bencana tsunami yang tinggi. Beerdasarkan hal tersebut, salah satu langkah yang direncanakan dalam menghadapi bencana tsunami di Teluk Kiluan adalah perencanaan mitigasi iii bencana di wilayah pemukiman yang kemungkinan besar akan terdampak gelombang tsunami. Dengan melihat wilayah Teluk Kiluan yang dikelilingi perbukitan yang berpotensi menyulitkan penduduk dalam mencapai tempat tinggi dan potensi terjadinya kelongsoran, maka perencanaan mitigasi meliputi rute evakuasi dan perencanaan struktur penunjang evakuasi. Rute evakuasi bencana tsunami di Teluk Kiluan didasarkan pada waktu tempuh penduduk menuju bangunan penunjang evakuasi dan waktu kedatangan gelombang tsunami yang melebihi tinggi muka air pasang. Kemudian, struktur penunjang evakuasi yang direncanakan berupa Bangunan Evakuasi Vertikal (BEV) yang menyediakan tempat tinggi bagi penduduk ketika bencana tsunami terjadi atau dapat berfungsi sebagai bangunan rekreasi ketika tidak terjadi bencana. Bangunan Evakuasi Vertikal (BEV) yang direncanakan memiliki 2 lantai dengan tinggi masing-masing lantai 3,5 meter, panjang bangunan 20 meter, dan lebar bangunan 20 meter. Bangunan tersebut didesain dengan tampungan 400 orang. Pada wilayah pemukiman Teluk Kiluan, akan ditempatkan 3 unit bangunan evakuasi vertikal dan 1 bangunan Tsunami Evacuation Shelter (TES) untuk mengakomodasi seluruh penduduk.