digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari pembakaran batubara, merupakan sumber utama dari terjadinya pemanasan global. PLTU saat ini dituntut untuk mengurangi emisi, diantaranya dilakukan melalui penerapan co-firing biomassa dan bahan bakar rendah karbon. Salah satu bahan bakar bebas karbon adalah amonia yang memiliki densitas energi lebih besar daripada hidrogen sehingga dipakai sebagai media transportasi. Penelitian ini mengkaji pemasangan teknologi co-firing amonia secara retrofit pada PLTU batubara di Indonesia. Simulasi proses pembakaran dan pembangkitan listrik di PLTU dilakukan dengan piranti lunak Aspen Plus dan Aspen HYSYS untuk 5 jenis PLTU dengan variasi rasio co-firing (0%, 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%) dan kapasitas PLTU (300 MW, 660 MW, dan 1000 MW). Hasil simulasi digunakan untuk evaluasi teknis dan finansial dengan indikator utama emisi CO2, NOx, biaya modifikasi peralatan, dan Levelized Cost of Electricity (LCOE). Berdasarkan kajian tekno-ekonomi, nilai LCoE co-firing amonia paling dipengaruhi oleh harga amonia rendah karbon. Penerapan co-firing ammonia diestimasi meningkatkan LCoE sebesar 3 – 4 kali yaitu menjadi $150 – 200/MWh bergantung pada persen co-firing (10 – 50%), sedangkan penurunan emisi CO2 turun secara linear berdasarkan persen co-firing yang diterapkan. Kenaikan LCoE tersebut ekivalen dengan harga reduksi karbon minimal $243/tCO2, yang artinya penerapan co-firing ammonia baru bernilai ekonomis dengan kebijakan yang sangat agresif, misalnya dengan kebijakan pajak karbon minimal pada nilai tersebut. Peningkatan LCoE yang sangat tinggi tersebut dengan pengurangan emisi maksimal 50% dari baseline menunjukkan pentingnya untuk membandingkan dengan alternatif teknologi dekarbonisasi lain seperti carbon capture and storage (CCS), co-firing biomassa, dan alternatif lainnya.