Dengan masuknya reaktor nuklir generasi keempat yang memiliki kemampuan
suplai panas yang lebih tinggi, opsi repowering menjadi menarik sehingga aspek-
aspek penting dipelajari dalam penelitian ini. Saat ini masih terdapat celah literatur
dalam opsi-opsi dekarbonisasi menggunakan reaktor nuklir pada level program.
Penelitian ini dapat membantu mengisi celah dekarbonisasi pembangkit termal di
Indonesia dan sebagai referensi untuk retrofit, repowering dan optimalisasi bauran
sistem tenaga. Studi repowering dilakukan dengan menentukan reaktor nuklir yang
dianggap paling sesuai, merumuskan strategi implementasi di Indonesia,
mensimulasikan karakter termodinamika dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) sebelum dan sesudah integrasi reaktor nuklir, mencari potensi pengurangan
emisi, dampak keandalan kinerja operasi dan kemenarikan dari aspek ekonomi.
Hasil penelitian ini menentukan HTR-PM (High Temperature Gas-Cooled Reactor
Pebble-bed Module) sebagai sumber panas nuklir, dan PLTU dapat dikelompokkan
menjadi 3 grup dengan grup-1 sebagai prioritas sejumlah 19-unit dan berkapasitas
total 9390 MW. Hasil simulasi model PLTU dan integrasi dengan nuclear steam
supply system di perangkat lunak Ebsilon menunjukkan bahwa repowering dapat
dilakukan. Repowering dapat mengeliminasi emisi NOx, SOx, PM, Hg dan CO2.
Repowering pada PLTU grup-1 dapat menghindarkan emisi sebesar 52.68 juta ton
CO2 atau sebesar 18% dari total emisi sub-sektor pembangkitan. Repowering PLTU
dapat meningkatkan Equivalent Availability Factor dari 87.28% ke 92.83% dan
menurunkan Equivalent Forced Outage Rate dari 5.26% ke 3.19%. Di aspek
keekonomian, dengan memanfaatkan learning effect dan perdagangan karbon,
dapat dicapai Levelized Cost of Electricity hingga 53.66 USD/MWh dengan
payback period di tahun ke-10, meski Internal Rate of Return terbesar masih 7.5%.