digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Gearless Mill Drive (GMD) merupakan salah satu peralatan produksi pada pabrik pengolahan concentrate tembaga yang memegang peranan penting dalam keseluruhan proses produksi. GMD menggunakan motor sinkron, di mana rotor coil menjadi bagian integral dari konstruksi mill. Dengan meningkatnya permintaan tembaga akibat program elektrifikasi, mendorong stakeholders untuk menuntut ketersediaan (availability) dan pemanfaatan (utilization) yang tinggi untuk unit produksi ini. Namun, upaya optimasi sistem maintenance GMD menghadirkan tantangan yang kompleks dan memerlukan persiapan yang matang. Hal ini dikarenakan pabrik pengolahan dan tambang yang berada di area terpencil memiliki tantangan geografis dan operasional yang signifikan. Upaya-upaya pemeliharaan telah dilakukan untuk memperpanjang usia operational yang diharapkan. Namun, efektivitas dari pekerjaan perawatan tersebut perlu dikaji ulang. Analisis risiko-biaya dapat dilakukan untuk mempertimbangkan efektivitas pekerjaan perawatan dalam mengurangi risiko kegagalan mesin dan menyeimbangkan komponen biaya, baik itu biaya pemeliharaan (maintenance cost) maupun opportunity cost yang timbul akibat kegiatan pemeliharaan. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), salah satu alat Six Sigma, dapat digunakan untuk menilai risiko potensial dan dampaknya pada mesin atau unit produksi, serta efektivitas sistem deteksi dan pencegahan kerusakan, termasuk program pemeliharaan. FMEA memiliki beberapa keterbatasan, salah satunya adalah subjektivitas penilaian oleh narasumber. Untuk menjawab permasalahan dan keterbatasan FMEA, Analytic Hierarchy Process (AHP), sebagai salah satu alat Multi Criteria Decision Making (MCDM), dapat digunakan. Dalam penelitian ini, AHP digunakan untuk analisis Risiko-Biaya dimana 1) Faktor risiko dari masing-masing failure mode dibandingkan secara berpasangan 2) Perbandingan antara faktor risiko dan faktor biaya untuk menentukan kriteria yang menjadi prioritas pengambil keputusan secara agregat 3) Alternatif solusi pemeliharaan dengan kerangka kerja penjadwalan pekerjaan digunakan sebagai alternatif pada AHP. Dalam prosesnya, didapati bahwa pengambil keputusan melihat adanya kebutuhan untuk secara kritis melakukan peninjauan ulang pada penjadwalan pekerjaan pemeliharaan, serta memahami pentingnya pekerjaan pemeliharaan, sehingga alternatif implementasi strategi run-to-failure menjadi pilihan yang paling tidak diharapkan. Analisis Risiko-Biaya dalam bidang pemeliharaan memungkinkan optimalisasi pekerjaan pemeliharaan dengan risiko terukur yang sesuai. Optimalisasi ini dapat memaksimalkan ketersediaan dan pemanfaatan unit produksi untuk mencapai target produksi. Penting bagi semua pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa unit produksi dapat beroperasi secara produktif dan aman melampaui masa operational yang diharapkan.