Indonesia memiliki lahan gambut terluas di zona tropis dunia dengan luas mencapai 21 juta Ha. Sebanyak 32% (5,76 juta Ha) dari lahan gambut tersebut berada di Pulau Kalimantan. Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang sedang dan/atau sudah mengalami proses dekomposisi. Gambut mengandung banyak unsur karbon. Oleh karena itu, lahan gambut yang terdegradasi menjadi rentan kebakaran. Tingkat ketersediaan bahan bakar gambut yang mudah terbakar dipengaruhi oleh kelembapan tanah gambut. Kelembapan gambut dipengaruhi oleh tinggi muka air tanah (TMA) gambut. Kekeringan lahan gambut akibat rendahnya TMA memicu terjadinya kebakaran. Data gambut mencakup variabel TMA dianalisis secara spasial menggunakan geostatistika. Semivariogram isotropik merupakan statistik yang digunakan untuk memodelkan hubungan spasial data antar lokasi yang hanya bergantung pada jarak pasangan lokasi. Tujuan studi ini untuk menentukan semivariogram eksperimental variabel TMA gambut dengan pendekatan Matheron dan Cressie-Hawkins serta menentukan model semivariogram isotropik yang sesuai. Model semivariogram menggunakan pendekatan nonparametrik dengan pendekatan kernel menggunakan estimator Nadaraya-Watson, dengan jenis kernel Gaussian dan Epanechnikov. Statistika nonparametrik digunakan karena titik semivariogram hanya sedikit dan tidak diketahui distribusinya. Nilai bandwidth kernel yang optimal dipilih dengan metode leave-one-out cross validation. Modifikasi banyak lag jarak dilakukan dengan membagi kelas Scott menjadi 2 kelas dengan lebar sama. Diperoleh model terbaik untuk semivariogram Matheron adalah kernel Gaussian modifikasi dengan bandwidth 0,47 (MSE: 1,9145), sedangkan untuk Cressie-Hawkins adalah kernel Gaussian modifikasi dengan bandwidth 1,3 (MSE: 0,002421). Secara umum, kernel Gaussian lebih baik karena menghasilkan kurva yang mulus. Kedua model digunakan untuk memprediksi nilai TMA di tiga lokasi tak terobservasi dengan metode interpolasi ordinary kriging karena rataan tidak diketahui.