Karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari pembakaran batubara, merupakan sumber
utama dari terjadinya pemanasan global. PLTU saat ini dituntut untuk mengurangi emisi,
diantaranya dilakukan melalui penerapan co-firing biomassa dan bahan bakar rendah
karbon. Salah satu bahan bakar bebas karbon adalah amonia yang memiliki densitas
energi lebih besar daripada hidrogen sehingga dipakai sebagai media transportasi.
Penelitian ini mengkaji pemasangan teknologi co-firing amonia secara retrofit pada PLTU
batubara di Indonesia. Simulasi proses pembakaran dan pembangkitan listrik di PLTU
dilakukan dengan piranti lunak Aspen Plus dan Aspen HYSYS untuk 5 jenis PLTU dengan
variasi rasio co-firing (0%, 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%) dan kapasitas PLTU (300 MW,
660 MW, dan 1000 MW). Hasil simulasi digunakan untuk evaluasi teknis dan finansial
dengan indikator utama emisi CO2, NOx, biaya modifikasi peralatan, dan Levelized Cost of
Electricity (LCOE). Berdasarkan kajian tekno-ekonomi, nilai LCoE co-firing amonia paling
dipengaruhi oleh harga amonia rendah karbon. Penerapan co-firing ammonia diestimasi
meningkatkan LCoE sebesar 3 – 4 kali yaitu menjadi $150 – 200/MWh bergantung pada
persen co-firing (10 – 50%), sedangkan penurunan emisi CO2 turun secara linear
berdasarkan persen co-firing yang diterapkan. Kenaikan LCoE tersebut ekivalen dengan
harga reduksi karbon minimal $243/tCO2, yang artinya penerapan co-firing ammonia baru
bernilai ekonomis dengan kebijakan yang sangat agresif, misalnya dengan kebijakan pajak
karbon minimal pada nilai tersebut. Peningkatan LCoE yang sangat tinggi tersebut dengan
pengurangan emisi maksimal 50% dari baseline menunjukkan pentingnya untuk
membandingkan dengan alternatif teknologi dekarbonisasi lain seperti carbon capture and
storage (CCS), co-firing biomassa, dan alternatif lainnya.