digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Dunia pertambangan batu bara adalah bidang pekerjaan yang memiliki resiko tinggi. terbuka mengharuskan tercapainya produksi tanpa mengesampingkan aspek keselamatan. Terdapat alat-alat berat jenis untuk mendukung operasi pertambangan batu bara. Salah satu jenis dari alat berat tersebut adalah alat pendorong material tambang yang disebut sebagai dozer. Dozer umumnya bekerja di daerah dekat tebing yang rawan longsor, di mana area tersebut dapat digolongkan sebagai area berbahaya. Dibutuhkan suatu teknologi baru untuk meningkatkan keselamatan operator dozer dari ancaman bahaya saat mengoperasikan dozer. Teleremote dozer adalah salah satu metode yang mampu menurunkan risiko kecelakaan yang dapat menimpa operator dozer. Alih-alih mengoperasikan dozer dari dalam kabin, operator mengoperasikan dozer melalui perangkat kendali jarak jauh. Terdapat aspek yang penting dalam pengoperasian teleremote dozer ini, yaitu kebutuhan sinyal yang akan mengirimkan data dan perintah dari kendali jarak jauh menuju unit dozer yang beroperasi di lapangan. Kualitas sinyal yang baik dan tidak terputus menjadi kunci utama dalam operasional teleremote dozer yang baik dan minim risiko. Sistem jaringan sinyal nir kabel yang saat ini digunakan untuk perusahaan akan memasuki masa uzur. Walau pun demikian, system yang lama memiliki ketangguhan dan tidak mudah rusak. Terdapat pilihan strategi dalam mendukung jaringan sinyal untuk operasional teleremote dozer: mempertahankan system jaringan lama, mengganti dengan yang baru, atau menggunakan system lama dan baru secara hybrid. Dikarenakan hanya akan ada satu strategi saja yang dipilih, maka harus diambil suatu keputusan. Digunakan metode SWOT AHP untuk pengambilan-keputusan terkait strategi yang akan diambil. Hasil dari SWOT AHP akan menghasilkan strategi, yang akan menjadi patokan untuk pengambilan alternatif selanjutnya. Penentuan alternatif dari jenis system jaringan untuk mendukung operasional teleremote dozer akan menggunakan metode AHP. Terdapat kriteria dan sub-kriteria yang muncul berdasarkan SWOT, di mana kriteria Strength, dengan sub-kriteria Enhanced Capability menjadi faktor terkuat dalam kriteria menurut pilihan responden sebesar 46,4% dan Global Priority sebesar 28%. Alternatif strategi yang muncul dari hasil SWOT AHP akan dijadikan acuan untuk menentukan langkah berikutnya. Alternatif strategi yang muncul adalah mempertahankan system jaringan komunikasi yang lama, mengganti jenis system jaringan yang baru, atau menggunakan system lama dan baru secara hybrid. Hasil AHP untuk strategi alternatif terbaik adalah mengganti jenis system jaringan baru dengan nilai 57.6%. Setelah strategi didapatkan, maka akan dilanjutkan dengan tahap menentukan jenis system baru yang akan digunakan. Terdapat beberapa kriteria Technical dan Commercial dan sub-kriteria yang akan dijadikan pembobotan untuk menentukan 3 alternatif yang tersedia: Small LTE, Private LTE, dan Kinetic Mesh. Kriteria yang menjadi prioritas untuk menentukan alternatif adalah rendundancy dengan Global Priority sebesar 23.9%, dan alternatif yang dipilih adalah Kinetic Mesh dengan bobot sebesar 66.8%.