digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK_JALALUDIN
PUBLIC Lili Sawaludin Mulyadi

Pada April 2022, fenomena HAB pertama kali dilaporkan terjadi di Teluk Bima, Nusa Tenggara Barat. Kejadian ini mengakibatkan kematian massal ikan dan sebagian besar wilayah pesisir pantai Amahami tertutupi biomassa berbentuk gel berwarna cokelat. Penelitian ini dilakukan untuk menilai dan memetakan risiko ekologis kejadian HAB di lingkungan perairan Teluk Bima sebagai dasar pengelolaan teluk yang berkelanjutan. Penentuan risiko ekologis didasarkan atas dua skenario yaitu: 1) kerentanan teluk dan potensi kejadian HAB yang dikaitkan dengan indeks beban pencemar (PLI) dan indeks kualitas air (IKA); dan 2) potensi dampak ekologis akibat terjadinya HAB yang dikaitkan dengan struktur komunitas fitoplankton. Hasil perhitungan PLI di semua stasiun bernilai > 1, yang artinya telah terjadi peningkatan pencemaran lingkungan. Indeks pencemar (IP) pada sebelas stasiun tergolong cemar sedang dan satu stasiun tergolong cemar ringan, dengan IKA sebesar 31,67 atau masuk kategori kurang. Kelimpahan fitoplankton di Teluk Bima berkisar antara 811 – 854.724 individu/liter. Lima spesies fitoplankton yang paling dominan adalah Pseudo-nitzschia spp., Chaetoceros spp., Lauderia spp., Rhizosolenia spp., dan Chatonella spp. Tingkat Risiko HAB di Teluk Bima secara spasial berdasarkan nilai IP dan proporsi spesies toksik paling tinggi secara berurutan diperoleh di stasiun 2 (pantai Lewa Mori), 1 (area tambak Palibelo), dan 3 (pantai Bolo) dengan nilai IP sebesar 5,83, 5,60, dan 5,09 serta proporsi toksik sebesar 0,41, 0,38, dan 0,3. Distribusi HAB cenderung akan terkonsentrasi di teluk bagian dalam, khususnya di pesisir timur dan selatan. Adapun secara temporal, berdasarkan hasil pencitraan indeks klorofil, potensi blooming fitoplankton relatif lebih tinggi pada bulan-bulan musim penghujan