Nusa Tenggara Barat (NTB) diapit oleh 2 zona subduksi yaitu Flores Back Arc
Thrust di bagian utara dan Java Trench di bagian selatan. Akibatnya, seismisitas di
wilayah tersebut sangat aktif dan didominasi oleh gempa-gempa kecil dengan
magnitudo M2. Aktivitas seismik di sekitar Gunung Tambora didominasi oleh
gempa dangkal dengan magnitudo yang kecil. Peristiwa seismik tersebut dapat
disebabkan oleh aktivitas magma, tekanan dari zona subduksi dan dipicu oleh
gempa dengan kekuatan yang lebih besar. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
perlu pemahaman yang lebih baik mengenai penyebab dari aktivitas seismik
tersebut. Non Vulkanik Tremor (NVT) berbeda dengan tremor, dimana tremor
berkaitan erat dengan ativitas magmatis sementara non vulkanik tremor merupakan
peristiwa seismik yang biasanya terjadi di zona subduksi dan dapat dipicu oleh
gempa teleseismik yang besar. Terdapat beberapa pertanyaan mendasar yang belum
jelas terkait mekanisme fisik pemicu non vulkanik tremor serta faktor-faktor apa
saja yang dapat memicu peristiwa non vulkanik tremor. Selain itu, penentuan lokasi
dari non vulkanik tremor juga memiliki ketidakpastian yang cukup besar. Oleh
sebab itu, penelitian ini berfokus pada analisa karakteristik sinyal seismik pemicu
non vulkanik tremor dan mekanisme fisik serta metode penentuan lokasi dari non
vulkanik tremor. Karakteristik sinyal seismik seperti frekuensi, sudut insidensi,
stress dinamis, dan filtering sinyal dapat digunakan untuk mengidentifikasi
peristiwa non vulkanik tremor. Penentuan lokasi non vulkanik tremor dalam
penelitian ini menggunakan metode envelope waveform cross correlation.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peristiwa non vulkanik tremor di
Nusa Tenggara Barat dan menentukan karakteristik dari sinyal seismik yang
memicu peristiwa tersebut. Pencarian sistematis dilakukan pada getaran nonvulkanik (NVT) yang dipicu oleh gempa teleseismik di sekitar Gunung Tambora di
Nusa Tenggara Barat oleh 35 gempa bumi teleseismik dengan Mw > 7 dan jarak
episentrum lebih dari 1000 km selama periode 2020 hingga 2022. Data gelombang
diambil dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia.
Identifikasi getaran yang dipicu didasarkan pada deteksi visual dari lonjakan
frekuensi tinggi (1-10 dan 2-8 Hz) energi seismik yang non-impulsif dan
berkepanjangan, menunjukkan koherensisi di sejumlah stasiun seismik dan
modulasi oleh gelombang permukaan teleseismik. Dari 35 gempa bumi yang
diamati, terdapat empat event teleseismik yang memicu NVT di Nusa Tenggara
Barat. Gempa bumi Kermadec Mw 7.4 dan 8.1 tahun 2021, gempa bumi Vanuatu
Mw 7.3 tahun 2021, dan gempa bumi PNG Mw 7.7 tahun 2022 memicu NVT di
wilayah ini. Studi ini mengungkapkan bahwa amplitudo gelombang permukaan
memainkan peran penting dalam menentukan potensi pemicu NVT, dengan
ambang batas PGV yang diamati sekitar 0,1 cm/s, atau tegangan dinamis 7-8 KPa.
NVT yang dipicu diinisiasi oleh gelombang Rayleigh. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa NVT dikontrol oleh PGV, frekuensi, dan tegangan dinamis.