digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Nusa Tenggara Barat (NTB) diapit oleh 2 zona subduksi yaitu Flores Back Arc Thrust di bagian utara dan Java Trench di bagian selatan. Akibatnya, seismisitas di wilayah tersebut sangat aktif dan didominasi oleh gempa-gempa kecil dengan magnitudo M2. Aktivitas seismik di sekitar Gunung Tambora didominasi oleh gempa dangkal dengan magnitudo yang kecil. Peristiwa seismik tersebut dapat disebabkan oleh aktivitas magma, tekanan dari zona subduksi dan dipicu oleh gempa dengan kekuatan yang lebih besar. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu pemahaman yang lebih baik mengenai penyebab dari aktivitas seismik tersebut. Non Vulkanik Tremor (NVT) berbeda dengan tremor, dimana tremor berkaitan erat dengan ativitas magmatis sementara non vulkanik tremor merupakan peristiwa seismik yang biasanya terjadi di zona subduksi dan dapat dipicu oleh gempa teleseismik yang besar. Terdapat beberapa pertanyaan mendasar yang belum jelas terkait mekanisme fisik pemicu non vulkanik tremor serta faktor-faktor apa saja yang dapat memicu peristiwa non vulkanik tremor. Selain itu, penentuan lokasi dari non vulkanik tremor juga memiliki ketidakpastian yang cukup besar. Oleh sebab itu, penelitian ini berfokus pada analisa karakteristik sinyal seismik pemicu non vulkanik tremor dan mekanisme fisik serta metode penentuan lokasi dari non vulkanik tremor. Karakteristik sinyal seismik seperti frekuensi, sudut insidensi, stress dinamis, dan filtering sinyal dapat digunakan untuk mengidentifikasi peristiwa non vulkanik tremor. Penentuan lokasi non vulkanik tremor dalam penelitian ini menggunakan metode envelope waveform cross correlation. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peristiwa non vulkanik tremor di Nusa Tenggara Barat dan menentukan karakteristik dari sinyal seismik yang memicu peristiwa tersebut. Pencarian sistematis dilakukan pada getaran nonvulkanik (NVT) yang dipicu oleh gempa teleseismik di sekitar Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat oleh 35 gempa bumi teleseismik dengan Mw > 7 dan jarak episentrum lebih dari 1000 km selama periode 2020 hingga 2022. Data gelombang diambil dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia. Identifikasi getaran yang dipicu didasarkan pada deteksi visual dari lonjakan frekuensi tinggi (1-10 dan 2-8 Hz) energi seismik yang non-impulsif dan berkepanjangan, menunjukkan koherensisi di sejumlah stasiun seismik dan modulasi oleh gelombang permukaan teleseismik. Dari 35 gempa bumi yang diamati, terdapat empat event teleseismik yang memicu NVT di Nusa Tenggara Barat. Gempa bumi Kermadec Mw 7.4 dan 8.1 tahun 2021, gempa bumi Vanuatu Mw 7.3 tahun 2021, dan gempa bumi PNG Mw 7.7 tahun 2022 memicu NVT di wilayah ini. Studi ini mengungkapkan bahwa amplitudo gelombang permukaan memainkan peran penting dalam menentukan potensi pemicu NVT, dengan ambang batas PGV yang diamati sekitar 0,1 cm/s, atau tegangan dinamis 7-8 KPa. NVT yang dipicu diinisiasi oleh gelombang Rayleigh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa NVT dikontrol oleh PGV, frekuensi, dan tegangan dinamis.