digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK_Ghefira Arrahma
Terbatas  Perpustakaan Prodi Arsitektur
» Gedung UPT Perpustakaan

Demensia merupakan salah satu kondisi serius yang semakin mengkhawatirkan, dan angka prevalensinya terus meningkat setiap tahunnya di Indonesia. Demensia adalah gangguan yang menyebabkan hilangnya kemampuan kognitif dan ingatan, serta dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang signifikan. Demensia merupakan penyakit progresif dengan tingkatan akhir yang berujung dengan kematian. Pentingnya memahami demensia adalah bahwa tidak hanya penderita yang terkena dampaknya, tetapi juga keluarga dan pengasuh yang merawat mereka. Demensia memengaruhi individu dengan cara yang beragam, termasuk perubahan sifat dan perilaku seperti kebingungan, kesulitan berbicara, dan hilangnya orientasi terhadap waktu dan tempat. Sebagai hasilnya, orang yang menderita demensia memerlukan perawatan intensif dan pengawasan konstan setiap harinya. Kehadiran pengasuh menjadi sangat penting dalam perawatan demensia. Mereka berperan dalam menjaga keselamatan, kesejahteraan, dan kualitas hidup penderita demensia. Akan tetapi, menjadi pengasuh juga menghadirkan dilema bagi keluarga. Seringkali, keluarga harus mengorbankan waktu, energi, dan pengorbanan pribadi untuk merawat anggota keluarga yang menderita demensia. Ini dapat memengaruhi keseimbangan kehidupan dan perasaan stres serta kelelahan bagi pengasuh. Perawatan demensia di rumah juga menimbulkan dilema bagi penderitanya sendiri akibat tidak dapat menerima kualitas penanganan yang seharusnya didapatkan karena pengasuh yang tidak dibekali oleh pelatihan penanganan demensia. Di Indonesia, pendekatan perawatan demensia seringkali masih cenderung mengikuti pendekatan rumah sakit, yang kurang memperhatikan aspek otonomi dan kebebasan penderita. Sebagian besar penderita demensia diisolasi dalam lingkungan klinis, yang dapat memperburuk gejala dan kualitas hidup mereka. Fenomena ini yang mengakibatkan penurunan kemandirian dan kepercayaan diri orang dengan demensia. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan paradigma dalam perawatan demensia, yang lebih memfokuskan pada pemeliharaan otonomi dan kualitas hidup. Seluruh pihak perlu memperhatikan sifat dan perilaku demensia untuk menciptakan lingkungan hidup yang nyaman. Melakukan pendataan yang tepat juga menjadi salah satu upaya dalam penanganan ini. Akan tetapi, pendataan tentang demensia di Indonesia masih sangat minim sehingga data yang digunakan sebagai acuan desain tidak tepat sasaran. Kultur Indonesia yang melumrahkan pikun juga menjadi alasan mengapa pendataan tidak akurat. Stigma masyarakat akan demensia perlu diubah agar pendataan di Indonesia dapat membaik supaya desain yang mengacu pada data dapat lebih tepat sasaran. Oleh karena itu, diperlukan fasilitas penelitian demensia yang terintegrasi sebagai upaya penyediaan data yang tepat. Selain pendataan, salah satu aspek yang sering diabaikan dalam perawatan demensia adalah hubungan antara arsitektur dan kondisi demensia. Arsitektur dapat memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung penderita demensia. Desain yang ramah demensia dapat membantu penderita tetap aman, nyaman, dan merasa lebih terhubung dengan lingkungannya. Arsitektur berfungsi sebagai fasilitator perubahan kepribadian demensia dengan cara melihat dua langkah kedepan untuk menciptakan desain yang baik.