ABSTRAK_Paul Dwi Ranigiyan
Terbatas  Perpustakaan Prodi Arsitektur
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Perpustakaan Prodi Arsitektur
» Gedung UPT Perpustakaan
Kesehatan mental adalah bagian yang penting dalam meraih kesejahteraan yang menyeluruh. Meningkatnya urbanisasi dan kepadatan penduduk berkontribusi terhadap berbagai pemicu stres, yang menyebabkan tingkat stres yang lebih tinggi di masyarakat perkotaan dan menjadi faktor sehingga mempersulit masyarakat untuk mencapai kesejahteraan yang menyeluruh. Faktor-faktor seperti gaya hidup yang serba cepat, individualisme, dan menjauhnya manusia dari alam diidentifikasi sebagai kontributor stres di perkotaan. Fenomena stres di perkotaan dieksplorasi, menyoroti pemicu stres seperti kebisingan, polusi, kurangnya ruang hijau, dan tantangan kehidupan kota. Teks ini menekankan hubungan antara stres perkotaan dan masalah kesehatan mental, termasuk kecemasan, depresi, gangguan tidur, penyalahgunaan zat, dan masalah kesehatan kronis. Mekanisme koping individu dalam menanggapi stres juga dibahas, dengan mengakui beragam cara orang menghadapi stres, baik secara positif maupun negatif. Pentingnya mengatasi masalah kesehatan mental digarisbawahi, terutama di daerah yang mengalami urbanisasi dengan cepat seperti Kota Bandung, di mana prevalensi stres dan gangguan mental terus meningkat, sedangkan pemahaman dan kesadaran masyarakatnya rendah, serta kurangnya fasilitas serta sumber daya yang memadai. Kasus Kota Bandung, Indonesia, dibahas dalam hal kepadatan penduduk, tantangan perkotaan, dan hubungannya dengan meningkatnya prevalensi masalah kesehatan mental. Kebutuhan akan fasilitas kesehatan mental dan kesadaran ditekankan, mengingat kurangnya sumber daya yang ada dan stigma seputar kesehatan mental di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan respon arsitektur untuk mengurangi stres perkotaan. Konsep "Urban oasis" dibawakan untuk menciptakan ruang publik yang tenang di dalam lingkungan perkotaan untuk mengurangi stres. Selain itu, gagasan "Pusat Kesehatan Mental" juga dipaparkan, dengan fokus pada penyediaan terapi psikologis, perawatan komplementer, edukasi, serta pembentukan komunitas yang mendukung dalam lingkungan yang regeneratif dan terhubung dengan alam. Pentingnya "Healing Environment" juga disoroti, dengan menekankan integrasi elemen-elemen alam ke dalam lingkungan binaan untuk meningkatkan kesejahteraan. Sebagai kesimpulan, teks ini mengadvokasi intervensi arsitektural dan fasilitas kesehatan jiwa untuk mengatasi meningkatnya stres perkotaan dan tantangan kesehatan jiwa di Bandung. Tujuannya adalah untuk menciptakan ruang yang inklusif dan suportif yang mendorong kesejahteraan dan mengurangi dampak negatif urbanisasi terhadap kesehatan mental.