digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK_Theresna Zahra Sembiring
Terbatas  Perpustakaan Prodi Arsitektur
» Gedung UPT Perpustakaan

Teater anak merupakan bentuk seni yang masih dalam tahap berkembang di Indonesia—sudah mulai dilakoni oleh masyarakat, namun belum menjadi bentuk seni yang umum dikenal oleh masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan karena seni teater belum menjadi seni yang populer untuk masyarakat ketimbang bentuk seni yang lain layaknya seni rupa, tari, serta musik. Masyarakat pada umumnya merasa familiar dengan seni-seni tersebut, namun tidak dengan seni teater itu sendiri, dapat dilihat dari sedikitnya fasilitas yang dapat menunjang kegiatan teater tersebut. Padahal, pada hakikatnya seni teater adalah seni yang mampu mencakup semua bentuk seni yang ada. Mulai dari seni musik, seni tari, seni rupa, sastra, dan lain sebagainya. Selain menjadi ajang bagi anak untuk berekspresi, teater juga dapat menjadi wadah bagi anak untuk sembuh dari trauma yang ia alami. Hal itulah yang menjadi visi serta misi dari Dunia Ajaib Kokomang—sebuah komunitas teater anak yang menggunakan teater sebagai bentuk terapi untuk anak-anak penyintas kekerasan dan bentuk trauma lainnya. Tak hanya untuk anak-anak dengan trauma, namun teater juga memiliki efek yang baik bagi anak-anak pada umumnya—meningkatkan kepercayaan diri, aktif, dan juga membantu anak untuk menjadi lebih kritis. Namun nyatanya, hingga saat ini belum ada sebuah bangunan yang dapat mewadahi seni teater anak, terutama di Indonesia. Di Kota Bandung sendiri, terhitung hanya ada lima bangunan teater yang umum dipakai oleh seniman-seniman teater, dan bangunan-bangunan tersebut tidak diperuntukkan bagi pertunjukan teater anak-anak, sehingga pertunjukan teater anak yang ada selama ini dapat dinilai belum ideal. Hal ini sungguh disayangkan sebab teater adalah sebuah aspek penting dalam pembentukan karakter anak. Maka dari itu, muncul sebuah pertanyaan—bagaimana arsitektur dapat mendapat memberi wadah untuk anak-anak agar dapat tumbuh dan kembang sebagai anak yang bahagia dan sehat secara fisik maupun mental, dan apa peran arsitektur di dalamnya? Pertanyaan ini mendasari akar dari permasalahan mengenai bagaimana arsitektur dapat mengakomodasi hak-hak anak yang dicanangkan di dalam Konvensi PBB untuk Hak Anak oleh UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Fund). Bahwa sejatinya, tiap anak dengan berbagai kondisi memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan terbaik. Tak hanya pendidikan secara akademik, namun juga pendidikan non-akademik layaknya teater. Perancangan teater anak sebagai children wellness center menjadi salah satu solusi yang dapat ditawarkan seorang arsitek dalam rangka mempopulerkan seni teater—terutama teater anak—kepada masyarakat, dan menjadikan teater tersebut menjadi sebuah wadah terapi bagi anak-anak baik yang mengalami trauma ataupun tidak. Teater tersebut dirancang sedemikian rupa dengan orientasi kepada anak serta pendekatan alam yang merangsang motorik halus dan juga kasar pada anak. Alam merupakan faktor dalam sebuah desain teater yang penting bagi anak, terutama dalam proses berlatih. Anak yang dekat dengan alam umumnya memiliki kepekaan yang lebih baik sehingga ia dapat mengelola emosinya dengan baik pula. Dengan pengelolaan emosi yang baik, maka anak tersebut dapat tampil dengan baik dan percaya diri. Aspek-aspek perancangan ini diharapkan dapat menjadi bentuk terapi yang efektif bagi anak-anak. Sejatinya, seorang anak adalah seseorang yang bahagia. Kebahagiaan adalah hal yang terpenting bagi seorang anak, dan ketika ia tidak merasakan kebahagiaan tersebut, di sana lah sebuah terapi perlu dilakukan. Maka dari itu, dalam perancangan teater anak ini konsep dari children-oriented design digunakan. Konsep ini membahas mengenai bagaimana perancangan yang dibuat berorientasi pada anak, mulai dari antropometri, hingga perancangan lanskap yang ada di lingkungan. Pada akhirnya sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang mengenal dirinya dan penciptanya, lantas berbahagia dengan dirinya yang sesungguhnya. Dalam hal ini, teater adalah salah satu cara bagi manusia untuk mengenal lantas memahami dirinya yang sesungguhnya. Melewati teater, seorang manusia secara alamiah akan mencari sedalam-dalamnya seperti apa jati dirinya yang sesungguhnya dengan mengelola emosinya untuk disajikan sebagai sebuah pertunjukan seni. Pengelolaan emosi ini juga dapat menjadi suatu bentuk penyembuhan bagi seseorang—khususnya anak—yang mengalami trauma, dan menjadi bentuk dari pengembangan emosional anak secara keseluruhan. Proses pencarian jati diri dan juga penyembuhan diri ini sejatinya dimulai sejak dini sebab proses ini merupakan suatu proses yang memiliki jangka waktu yang panjang. Namun hal ini tidak ada artinya jika tidak ada ruang yang dapat menunjang serta mewadahi aspek-aspek tersebut secara keseluruhan. Adanya perancangan teater anak sebagai children wellness center ini diharapkan untuk menunjang proses tersebut, serta mempopulerkan seni teater untuk khalayak umum.