Petir merupakan permasalahan masyarakat modern yang terus meningkat sejalan
dengan pertumbuhan teknologi. Masyarakat modern saat ini membutuhkan
infrastruktur berupa berbagai fasilitas, sistem kelistrikan, sistem telekomunikasi,
sistem pemrosesan data, sistem instrumentasi dan kontrol. Semua infrastruktur
tersebut sangat rentan terganggu oleh cuaca. Cuaca yang paling berpengaruh adalah
cuaca yang dihasilkan oleh awan Cumulonimbus (CB). Awan CB dapat
menghasilkan petir dikarenakan pertumbuhan awan ini terjadi secara vertikal dan
memungkinkan terjadinya pemisahan muatan di dalam awan. Kemudian, terjadi
elektrifikasi di dalam awan dan terjadi petir.
Indonesia dikenal sebagai Negara kontinen maritim dan terletak di daerah tropis,
sehingga kondisi geografis ini sangat mendukung untuk menghasilkan banyak
awan CB. Syarat terbentuknya awan CB adalah updraft (udara naik ke atas akibat
pemanasan permukaan tanah atau sifat orografis dari permukaan tanah tersebut),
aerosol (partikel higroskopis dari garam laut dan industri) dan udara lembab.
Indonesia memiliki banyak pulau sehingga terdapat banyak updraft. Indonesia juga
memiliki hutan tropis dengan kelembaban yang tinggi. Indonesia juga memiliki
banyak industri dan garam laut, sehingga kandungan aerosol menjadi tinggi.
Indonesia juga mendapat pengaruh angin monsoon yang mendukung pembentukan
awan petir. Angin monsoon disebabkan oleh adanya perbedaan panas antara daratan
dan lautan yang berganti setiap musim. Angin Monsoon bertiup dari benua Asia
pada musim hujan, melewati sumatera selatan, daerah pegunungan jawa barat ke
benua Australia. Bulan Desember hingga Januari adalah musim hujan, sedangkan
Maret, April dan Mei adalah periode transisi dengan kejadian petir lebih banyak
dari musim hujan. Angin Monsoon bertiup dari Australia dimana membawa
tekanan tinggi pada bulan Juni, Juli dan Agustus, membawa udara kering.
September, Oktober dan November merupakan periode transisi yang memiliki
banyak petir. Selama angin monsoon bertiup dari Australia ke Asia melalui
Indonesia, angin ini akan membawa sejumlah besar air ketika melewati lautan. Hal
tersebut menjadikan Indonesia sebagai Negara dengan kerapatan petir tertinggi di
dunia
Sambaran petir dapat menyebabkan kerusakan pada struktur bangunan, kerusakan
pada peralatan, kebakaran bahkan dapat merenggut korban manusia. Ancaman
sambaran petir dapat dibedakan menjadi sambaran langsung dan sambaran tidak
langsung. Sambaran langsung dapat menyebabkan efek hancur, mati, meledak dan
terbakar. Sambaran tidak langsung dapat menyebabkan masalah konduksi, elevasi
tegangan dan induksi tegangan. Untuk mencegah bahaya sambaran petir maka perlu
dipelajari karakteristik petir, yang dikenal sebagai parameter petir. Parameter petir
terdiri atas arus puncak, kecuraman arus, muatan arus dan gaya impuls. Salah satu
parameter petir yang cukup signifikan pengaruhnya yaitu arus puncak petir.
Parameter arus puncak petir memberikan pengaruh pada desain sistem proteksi
petir yang dipilih. Untuk meminimalkan bahaya sambaran petir, perlu didesain
sistem proteksi petir yang baik, yang menggunakan parameter petir sesuai dengan
karakteristik petir di area yang akan diproteksi.
Pengukuran arus puncak petir merupakan salah satu cara penting untuk
memperoleh karakteristik petir pada suatu lokasi tertentu. Disertasi ini menyajikan
kebaruan dalam hal pengukuran arus puncak petir menggunakan jaringan tower dan
struktur yang dilengkapi dengan alat ukur pita magnetik, yang dikenal sebagai
instrumented tower. Alat ukur pita magnetik dikalibrasi dengan menggunakan
generator surja arus tinggi dengan beberapa variasi seperti posisi pita, frekunsi dan
jenis pita.
Kemudian, disertasi ini memberikan analisis karakteristik arus puncak petir yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain geografi, ketinggian lokasi, jarak dari
pantai garis lintang dan garis bujur. Disertasi ini juga menyajikan statistik arus
puncak petir baru di tropis khususnya Indonesia. Pada penelitian, diperoleh
sebanyak 166 data arus puncak petir di berbagai lokasi di Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah dataran rendah memiliki nilai arus
puncak petir tertinggi, sedangkan daerah perbukitan memiliki arus puncak petir
terendah. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya korelasi antara arus puncak
petir dan garis lintang. Koefisien korelasi menunjukkan bahwa arus puncak petir
yang lebih tinggi cenderung terdapat di daerah dengan garis lintang rendah dan
daerah dekat dengan ekuator.
Disertasi ini menunjukkan bahwa setiap wilayah mempunyai statistik yang berbeda,
oleh karena itu, statistik yang menjanjikan dapat digunakan dalam merancang
sistem proteksi petir yang tepat untuk wilayah tertentu.